Tinggal di Jakarta yang penuh dengan hiruk pikuk khas kota megapolitan membuat sebagian warganya harus mencari solusi untuk melepas stres. Tentu refreshing cara positif yang dilakukan anggota Blusukan Hepi Gowes (BHG).
Berawal dari 4 cyclist yaitu Alit Abraham, Jemmay Wahyudi, Aris Indra, dan Salbini yang mencari ketenangan dengan bersepeda bersama masuk hutan menggunakan mountain bike sejak 2017. Lantas berkembang hingga 19 cyclist.
“Orientasi blusukan kami adalah tempat-tempat yang jarang atau belum pernah dikunjungi orang dengan sepeda. Tentunya harus instragamable agar keren ketika difoto,” bilang Jemmay Wahyudi, ketua BHG.
Jadwal bersepeda BHG adalah hari Minggu atau hari libur. Mereka tidak memungkinkan gowes di hari kerja karena kebiasaan mereka adalah bersepeda sehari suntuk.
“Pedoman kami adalah pergi gelap pulang gelap. Karena rute yang blusukan itu, jadi tidak bisa diprediksikan jam berapa kami akan kembali. Tergantung sejauh mana kami masuk blusukannya. Yang penting kami mencari pengalaman dan sensasi baru,” bilang Aris Indra, salah satu anggota BHG.
Karena pengalaman ini, membuat banyak komunitas lain ogah ikut jadwal gowes BHG. “Mereka mengganggap rute kita ini tidak waras. Bersepeda seharian dari subuh hingga malam,” tukas Aris lantas tertawa.
Karena ini gowes blusukan, jadi tidak ada istilah “rute”. Menurut Aris daerah Gunung Salak, Gunung Gede, Kampung Awan, Mega Mendung, dan Puncak kerap didatangi. Jadi mereka datang dengan mobil lalu bersepeda masuk ke dalam hutan di gunung-gunung itu. Dibantu dengan guide Wei Min, sehingga tidak tersesat.
“Setelah capek dan puas berfoto-foto, dan sudah gowes blusukan sejauh 30-50 km dengan elevasi mencapai 1.250 meter, mereka sepakat untuk pulang,” bilangnya.
Pernah ada kejadian lucu, BHG gowes blusukan di daerah Cijeruk, Bogor dan tidak ada jalur lain jadi harus melintasi acara nikahan warga sekitar. “Kita minta maaf minta ijin melintas. Untungnya mereka tidak masalah malah diberi panduan jalan keluar,” cerita Jemmay lantas tertawa.
Selain itu, pernah juga BHG mengalami hal-hal mistis saat gowes ke Gunung Salak tempat jatuhnya pesawat Sukhoi beberapa waktu lalu. Waktu gowes balik, hampir semua cyclist mengalami jatuh. “Saya sendiri jatuh sampai empat kali padahal biasanya tidak masalah. Kita anggap ini hal yang aneh,” tutur Aris.
Banyak suka duka-nya gowes blusukan hutan. Sukanya karena jauh dari keramaian jadi bisa mencari ketenangan. Apalagi bila trio Salbini, Qmink, dan Jemmay gowes bersama. “Wah, hutan bisa ramai banget karena mereka selalu bergurau dan ada aja bahasan yang menggelitik. Membuat suasana makin gembira,” bilang Aris.
Buat BHG, semakin jauh blusukan dan tersesatnya semakin seru dan menantang. Tapi dukanya, tidak ada minimarket atau warung! Paling susah saat perbekalan habis. Terutama air minum. Kadang mereka harus mencari sumber air dan langsung minum dari situ tanpa mempedulikan apakah itu bersih atau tidak.
“Kadang bisa juga mampir ke rumah penduduk untuk sekedar istirahat dan minum teh hangat dan makan mie instan. Biasanya mereka welcome dan ramah terhadap kita,” ujar Jemmay.
Meskipun klub ini orientasinya adalah gembira, tapi beberapa anggotanya pernah meraih juara di even gowes mountain bike. Rayi pernah menyabet juara satu kelas Yunior di even balap Jalur Parigi Baru (JPB) 2017 lalu.
BHG juga aktif mengikuti even gowes turing seperti Tour de Ambon Manise 2018 yang diikuti Jemmay, Hendra, dan Annes. Lalu Gowes Jakarta-Curug Putri Anyer yang diikuti oleh Salbini, Simon, Aris, dan Alex.
“Kami tidak tertutup. Siapapun boleh gabung dengan BHG dan kami juga siap menghadiri even gowes yang diadakan oleh klub lain. Sebagai wujud keinginan kami agar gowes makin memasyarakat dan sekaligus mempromosikan BHG,” tutup Jemmay. (mainsepeda)