Seluruh dunia sedang sibuk membahas pandemi virus corona. Sejumlah event terpaksa dibatalkan demi memotong kurva peningkatan orang yang tertular. Sabtu, 14 Maret lalu, saya masih beruntung bisa ikut Herbana Bromo KOM Challenge 2020.

Disadari atau tidak, menurut saya event ini adalah event yang bisa menjaga harapan untuk hari-hari seperti sekarang. Ini event terakhir yang juga nyaris tidak terselenggara. Untuk beberapa hari ke depan, memori dan drama di event ini akan menjadi bahan pembahasan kita.

Ada yang membahas dari segi kompetitifnya, kelucuannya, atau bahkan nikmat sotonya di tempat finis. Kalau masih merasa kurang, bisa turun dan naik lagi ke puncak baru makan!

Sambil kita menunggu event berikutnya bisa digelar, saya ingin berbagi pengalaman saya di event ini. Saya berharap bisa memberi sedikit hiburan bagi pembaca sekalian.

Pada event kali ini, saya menjadi road captain. Tugasnya untuk menjaga speed peloton, khususnya saat 60 km pertama dari Surabaya menuju Pasuruan. Speed peloton perlu dijaga supaya peserta sebanyak 1.400++ tidak berserakan.

Saya diberi tugas ini, bukan karena power saya besar atau kuat. Tapi karena teman-teman yang kuat rata-rata memilih ikut lomba sesuai kategori umur. Tidak mungkin dimintai tolong jadi RC.

Alhasil, saya pun "dipanjer" 60 km terus berada di barisan depan. Positifnya, foto saya banyak. Gak perlu sulit mencari. Kemudian, saya juga tidak perlu berdesakan di belakang dan khawatir bersenggolan dengan peserta lain. Indah pada waktu itu.

Hingga akhirnya sampai di Pasuruan untuk pit stop pertama. Istirahat sejenak, makan dan minum.

Nah, ketika start lagi menuju Wonokitri, tepat sebelum KOM Start di Pasrepan, barulah terasa efek negatifinya. Kaki saya sudah kaku walau tanjakannya masih jinak. Alhasil, saya menjadi RC pengawal barisan belakang secara alami.

Sambil melihat teman-teman saya menjauh secara pasti, saya pun sedih. Karena satu di antara mereka sebelumnya janji membagikan gel untuk saya. Kalau sudah terpisah begini bagaimana mau minta. Lha dia jauh di depan. Nasib...

Suka tidak suka, ya saya tetap mengayuh sepeda saya. Sampai di lapangan dekat KUD Puspo (drink stop resmi), saya berhenti menyapa teman dan mengambil napas. Sambil meminta ransum.

Setelah itu, saya melanjutkan perjalanan dengan segudang kekhawatiran. Apakah bisa finis ini nanti? Panas saat itu begitu menguras tenaga. Kaki juga semakin berat.

Mendekati drink stop resmi kedua di Baledono, godaan demi godaan saya alami. Mobil evakuasi menawari saya. Ojek selalu menawarkan nego harga. Mekanik yang lewat pun berusaha me-loading saya. Mungkin, mereka melihat raut wajah saya sudah tidak menunjukkan harapan finis di bawah cut off time.

Terus terang, saya beberapa kali tergoda. Tetapi, ketika saya mulai berpikir untuk menuruti ajakan-ajakan manis, saya terhenyak. Sebab, tiba-tiba ada yang bertanya. "Pak Johnny, masih jauh ke feeding zone?"

Saya pun menjawab: "Oh tidak Pak. Hanya 2 km tapi berat."

Orang tersebut lantas berkata ke temannya yang juga berdekatan. "Ayo pelan-pelan saja. Kita sama Pak Johnny. Aman ini," kata orang itu.

Waduh, kok jadi ada teman. Batal sudah niat evakuasi saya.

Ternyata betul, beberapa orang itu ikut bersama saya. Sambil gowes perlahan, mereka dengan bangga menyapa dan mengejek teman-teman mereka yang berhenti karena kram atau lelah.

Saya semakin tidak bisa naik mobil. Apalagi, sepeda saya berfungsi dengan sangat baik. Tidak seperti tahun lalu, seatmast-nya lepas sehingga saya (dengan bahagia) bisa dievakuasi.

Saya tidak tahu harus happy atau sedih. Tapi yang pasti saya harus terus mengayuh demi tidak di-bully. Kalau di-bully teman saya sudah kebal. Tapi kalau di-bully netizen itu beda level. Dan saya belum siap.

Akhirnya, saya mendapatkan power booster yang saya perlukan. Cuaca dingin karena hujan. Karena cadangan lemak saya cukup, saya tidak merasa kedinginan seperti kebanyakan cyclist berbodi climber.

Setelah melewati beberapa "tembok," saya pun finis. Sebelum cut off time.

Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan saya. Maaf saya tidak menghafal nama dan wajah Anda. Saat itu aliran oksigen ke otak saya di bawah standar sehat. Sehingga saya mungkin tidak bisa menyapa dan mengingat dengan baik. Di lain waktu, bila kalian suatu saat bertemu dengan saya, tolong bilang agar saya bisa berterima kasih dengan lebih baik.

Tanpa kalian, saya sudah ada di atas mobil evakuasi dan menyesal.

Menurut saya, ketika event, kita harus maksimal. Kita tidak tahu apa kita bisa ikut event berikutnya atau tidak. Seperti sekarang ini. Kita hanya bisa berharap agar keceriaan dan kegembiraan menurut versi masing-masing kita akan segera terjadi lagi.

Sekian dari saya. Jangan lupa sering cuci tangan agar bebas dari virus. Karena kalau cuci kaki berarti mau bobo... (johnny ray)

Foto: Koleksi Pribadi Johnny Ray dan RatjoenCC

Populer

Cara Brompton Singapura Angkat Isu Perubahan Iklim
Selalu Dukung Toko Sepeda Lokal Anda!
Menaikkan Gengsi Sepeda Lipat dan Brompton
Sudah 15 Tahun, Anies Baswedan Setia dengan Schwinn Skyliner
Cervelo P5x Lamborghini, Hanya Ada 25 Biji
Pakai Skinsuit, Cara Paling Instan untuk Cepat
Delapan Brompton Paling Diburu
Ini Dia Enam Kafe Sepeda Keren di Indonesia
Menang TT, Lutsenko Gagal Gusur Pöstlberger di GC
Hindari Takut, Bagi Tiga Segmen