Akhirnya saya bisa finish di bawah cut off time (COT) di Herbana Bromo KOM Challenge 2020. Sebuah pencapaian luar biasa untuk cyclist fobia rute tanjakan seperti saya. Ini adalah kemenangan yang patut dirayakan untuk si 'karung beras' yang sering berada di barisan buncit saat nanjak.

Herbana Bromo KOM Challenge 2020 selalu menjadi event yang sangat dinantikan oleh cyclist di Indonesia yang suka tantangan. Termasuk saya. Saya sangat beruntung bisa mendapatkan kesempatan tahun ini. Bisa bertemu dengan lebih dari 1,400 cyclist dari seluruh Indonesia. Bahkan mancanegara.

Ini adalah kali kedua saya mengikuti event menanjak paling heboh di Indonesia ini. Pertama, saya berpartisipasi di Antangin Bromo KOM Challenge 2018 lalu. Sayang debut saya berakhir dengan hasil yang kurang memuaskan. Saya finis 20 menit setelah COT. Pada saat itu bobot saya 88 kilogram. Lebih berat delapan kilogram dari kondisi saya saat ini.

Pengalaman 2018 membuat saya berbenah diri. Saya rutin berlatih bersama teman-teman komunitas yang saya ikuti. Saya melakukan dua kali simulasi sebelum Herbana Bromo KOM Challenge 2020. Simulasi pertama digelar Januari lalu. Saya nanjak ke Bromo bersama teman-teman Meteor Cycling Club.

Simulasi kedua saya lakukan pada Februari lalu bersama kawan-kawan dari komunitas Kompoer Cycling Club, yang mayoritas anggotanya berasal dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, baik dosen, karyawan, dan alumni itu.

Hasil di dua simulasi ini membuat saya semakin deg-degan. Bagaimana tidak, catatan waktu saya di simulasi sangat mepet dengan batas waktu yang ditetapkan penyelenggara Herbana Bromo KOM Challenge 2020, yakni pukul 13.30. Agar bisa finis sebelum COT, saya mulai menyusun strategi untuk memangkas waktu istirahat.

Hari yang dinanti akhirnya datang. Sabtu (14/3) subuh saya menuju Makodam V/Brawijaya yang menjadi titik start. Bahagia rasanya bisa berkumpul, menyapa, dan bertemu dengan teman-teman cyclist yang jumlahnya ribuan itu. Kami saling bertanya kabar dan berbagi perasaan gembira bisa ambil bagian di event ini.

Start pun dilakukan. Kami menyusuri Kota Surabaya, membelah Sidoarjo, kemudian bergerak ke Pasuruan. Tak ada hambatan dalam perjalanan. Saya bersama ribuan cyclist lainnya bisa finis bahagia di pit stop pertama di GOR Untung Suropati, Kota Pasuruan. Alhamdulillah.

Perjalanan berlanjut setelah beristirahat selam kurang lebih setengah jam. Kami start dari GOR Untung Suropati menuju Wonokitri, Bromo. Tak ada hambatan di 15 kilometer pertama. Rutenya masih bersahabat untuk saya. Saya pun masih bersatu dengan grup Men Elie.

Oh iya, karena mengikuti kelompok Men Elite, saya start di baris terdepan. Sebenarnya keder juga bergabung dengan kelompok ini. Namun saya teringat pesan kawan saya dari Surabaya, Cak Gembox Neroko. Bahwa bergabung di Men Elite membuat kita bisa start lebih dulu dari kelompok lainnya.

Keuntungan lain gabung Men Elite adalah pelotonnya tidak terlalu banyak. Apalagi jika dibandingkan dengan grup non kompetitif. Selain itu, karena berada di baris terdepan, membuat posisi saya dekat ke fotografer. Potensi untuk difoto pun lebih besar. Hahaha.

Drama dimulai setelah start KOM di Pasrepan. Jalanannya mulai nanjak. Semua yang tergabung di grup saya pun mulai tancap has. Saya gelagapan, kemudian tercecer. Satu per satu kawan-kawan dari kategori lain mulai menyalip saya. Saya tetap fokus, tidak terpengaruh dengan orang lain, dan berusaha mempertahankan pace saya sendiri.

Sampai lah saya di water station pertama di Lapangan Puspo. Saya mengambil tiga botol minuman dan dua snack sebagai amunisi nanjak. Masukan untuk panitia agar menyediakan lebih banyak kantong sampah. Sedangkan untuk peserta, jangan buang sampah sembarangan!

Sebelum Tosari, saya sempat menyalip Pak KOM Irawan Djakaria yang sedang berhenti di tenda sponsor. Saya hanya berteriak memberi semangat kepada beliau. Ketika tenaga saya mulai menipis, hujan mulai turun di kawasan Bromo. Alhamdulillah, hujan menghapus rasa panas sepanjang perjalanan dari Surabaya hingga Pasuruan.

Saya tiba di water station kedua di Baledono. Saya meminta tolong kepada tenaga medis untuk menyemprot paha saya. Sebab saya mulai merasakan gejala kram. Saya tak mau membuang banyak waktu. Setelah mengisi perbekalan, saya langsung tancap gas lagi.

Tenaga mulai habis ketika melewati tanjakan kedua sebelum finis. Saya sempat turun dari sepeda dan jepretan Mas Darius dari Ratjoen CC Malang. Terima kasih, Mas Darius. Ini bukti kalau memang saya memang lemah di tanjakan. Serta mengingatkan saya untuk terus berlatih rute jalan miring.

Akhirnya sampai lah saya ke tanjakan terakhir menjelang finis. Saya bergembira karena berhasil finis sebelum COT. Pada tahun ini saya melewati garis finis pukul 13.26, atau empat menit sebelum batas waktu untuk kategori road bike. Bahagia, saya benar-benar bahagia. Mimpi untuk finis sebelum COT di Bromo akhirnya terwujud.

Saya mengucapkan terima kasih untuk teman-teman dari Kompoer Cycling Club, Strattos Cycling Club, Meteor Cycling Club, dan Surabaya Road Bike Community (SRBC). Bersama kalian, 'Si Karung Beras' ini ingin terus belajar bersepeda yang baik. Saya menjaga kesehatan dengan bersepeda.


Penulis (kiri) bersama Pak Chay dari Samba Semarang (dua dari kanan)

Terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Chay dari Samba Semarang dan dan Om Sumiarta. Terima kasih banyak atas 'golden ticket'-nya. Semoga Pak Chay dan Om Sumiarta sehat selalu.

Terima kasih Herbana Bromo KOM Challenge 2020. Sampai jumpa tahun depan.(Cak Kamto)

Populer

Bananabotcage , Bawa Pisang Semudah Bidon  
Pesona Selo “Ring of The Fire”, Sensasi Menanjak Membelah Merapi dan Merbabu
Bosan Gowes di Jalan? Ke Laut Aja…
Meriah Menanjak dengan 15 Warna Jersey
FSA dan Ritchie Sembunyikan Kabel di Semua Sepeda
De Rosa SK Pininfarina: Logo Baru, Frame Aero Baru
BMC Rilis Sepeda Gravel URS, Andalkan Micro Travel Technology
Sekejap Ubah Manual Shifting Jadi Elektrik
Semua Tim WorldTour Berebut Wout Van Aert
Produsen Ban Mobil Serbu Pasar Sepeda