Uang Hadiah untuk Nebus Kalung

| Penulis : 

Berbagai kategori lomba di Antangin Bromo KOM Challenge 2018 menghasilkan berbagai cerita. Salah satu yang paling seru, persaingan kelas Men Senior, untuk peserta berusia 51 tahun ke atas. Mereka bukan hanya bersaing sengit satu sama lain, tapi juga ikut menjadi “kompor” penyemangat peserta-peserta lain yang lebih muda!

Dari kategori ini, tampil sebagai juara pertama adalah Julak Yayan dari Balikpapan, Kalimantan Timur. Pria 58 tahun itu begitu senang bisa menang, dan mendapatkan hadiah uang tunai langsung di podium.

“Uang hadiah akan saya simpan baik-baik, bawa pulang ke Balikpapan. Lalu akan saya kasihkan ke istri untuk menebus kalung di Pegadaian,” ungkap Julak Yayan begitu turun dari podium di Wonokitri Bromo, Sabtu, 21 April lalu.

“Terbayang senangnya istri saya. Kalungnya bisa kembali,” tambahnya bersyukur.

Julak Yayan sangat bahagia bisa finish pertama di kategori Men Senior Antangin Bromo KOM Challenge.

 

Sabtu itu, Julak memang datang ke lokasi start di GOR Untung Suropati Pasuruan dengan penuh percaya diri. Dia yakin menang, semangat kompetitif yang dia tularkan ke anaknya, Firman Hidayat, pembalap Tim KFC.

Julak datang ke Pasuruan sudah membawa “bekal.” Dia telah meraih prestasi di beberapa even sebelumnya. Misalnya, juara kedua Gran Fondo Solo, tepat seminggu sebelum Antangin Bromo KOM Challenge 2018.

Selain itu, dia juga Juara 3 di Tour de Jogja, Juara 1 di Tour Tangkuban Perahu, dan Juara 1 di sebuah race di Sumedang. Semuanya dia raih di kelas yang sama, kelas Senior usia 51+.

“Dua bulan lalu, anak saya bilang bahwa akan ada even sepeda nanjak ke Wonokitri, Bromo. Dia bilang saya pasti bisa menang. Apalagi hadiahnya besar dan cash. Saya langsung iya-kan untuk daftar online ke panitia,” tuturnya.

Bagi Julak, tidak ada yang spesial dan khusus dalam bersepeda. Itu transportasi hariannya. “Saya ini hanya kuli bangunan. Jadi setiap hari bersepeda menuju proyek,” tutur Julak yang mencatat waktu 1 jam 45 menit, menanjak sejauh 25 km dari KOM Start di kawasan Pasrepan ke finis di Wonokitri.

Biasanya, apabila mau ada even, Julak akan latihan ekstra sebelum berangkat kerja. Tanjakan Gunung Rambutan sepanjang 14 km jadi santapannya setiap dua hari sekali. 

“Di sela-sela latihan nanjak Gunung Rambutan, saya selingi dengan latihan endurance dan interval,” tukas pria yang mengaku libur bersepeda hanya pada hari Minggu ini.

Hasilnya nyata, Julak menikmati climbing menuju Wonokitri, Bromo. “Saya sempat bertemu dengan ‘lawan’ saya saat di Yogya dulu, dan saya salip dia,” katanya bangga.

Menurutnya, tanjakan menuju Wonokitri Bromo itu sangat indah, damai tenang sekali. Tapi tanjakannya aduhai menantang. “Tanjakan di bawah masih oke, tapi begitu mau finis itu yang bikin keder. Udah capek semua, nanjak terakhir tinggi (curam) banget! Begitu saya lewat garis finis dan tahu kalau sayalah finisher pertama untuk kategori Men Senior, saya merinding. Antara bangga, senang, dan terharu,” ceritanya.

Sebagai “bonus” kilometer, Julak lantas mengayuh sepedanya lagi turun ke bawah, dan terus lanjut menuju Sidoarjo tempat dia menginap saat mengikuti even ini…

 

Berkah Latihan Naik Tandem

Cerita berbeda datang dari Hartadi, cyclist asal Bandung yang berhasil mencatatkan waktu 1 jam 48 menit untuk finis di Wonokitri, Bromo. Tantangan utama yang dia rasakan adalah hawa panas.

Hartadi menaklukkan tanjakan terakhir menuju Wonokitri, Bromo.

 

“Kami dari Bandung terbiasa hawa dingin, ini jam 8 pagi di Pasuruan kami kepanasan. Keringat sudah bercucuran sejak dari start,” ungkap Hartadi yang membawa istri dan dua anaknya berwisata ke Bromo ini.

Pria berusia 58 tahun ini paham, harus sering makan dan minum saat cuaca seperti itu. “Panitianya baik sekali menyediakan banyak makanan dan minuman. Jadi selain dua bidon full, saya bawa juga botol air minum di kantong jersey. Bawa beberapa cokelat dan makanan di tas sepeda. Sampai berat banget sepeda saya,” tuturnya sambil tertawa.

Beruntung, strategi Hartadi berhasil. Dia terus minum dan makan sepanjang perjalanan dari start menuju finis. “Jangan nunggu ‘habis’ baru makan atau minum, percuma karena sudah terlambat,” begitu tips anggota Polygon Bandung Raya ini.

Terbukti, delapan teman sesama dari Bandung semua sudah “habis” duluan sekitar sepuluh kilometer setelah melewati titik KOM Start. Tapi Hartadi masih bertahan dan lanjut sendirian hingga finis di Wonokitri, di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut.

Hartadi bersama istri sekaligus training partner. 

 

Selain manajemen makan dan minum, Hartadi juga latihan rutin. “Saya setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu pasti gowes pakai sepeda tandem bersama istri nanjak ke Tangkuban Perahu sejauh 30 km dengan elevasi 800 meter,” tutur pensiunan tenaga ahli teknik sipil ini. 

 

Fokus ke Pesaing Terdekat

Guntur Priambodo, ketua BRCC (Banyuwangi Road Cycling Community) puas berada di juara tiga Antangin Bromo KOM Challenge 2018. Tapi, dia merasa mampu meraih hasil baik andai bisa memaksimalkan strategi.

Guntur Priambodo (439) mengakui strateginya kurang maksimal saat Antangin Bromo KOM Challenge 2018. 

 

“Ada strategi yang kurang maksimal saat even kemarin itu. Fokus saya hanya pada Aris Subekti dan Febianto, dua-duanya cyclist Surabaya. Tak disangka, ternyata ada cyclist Bandung dan Kaltim yang sudah attack duluan dan saya tidak sempat lagi mengejar,” tutur Guntur, 52 tahun.

Di daerah Puspo, pertengahan tanjakan, dua cyclist Surabaya itu sudah tertinggal. Guntur berusaha mengejar Hartadi dan Julak, karena jarak waktunya hanya sekitar lima menit.

“Berarti speed saya harus nambah untuk bisa mendahului mereka. Saya tambah kecepatan dan bisa mendekat ke Hartadi. Tapi untuk Julak sudah terlalu jauh,” cerita pria yang mencatatkan waktu 1 jam 50 menit tersebut.

Guntur mengaku sudah mempersiapkan diri semaksimal mungkin selama dua bulan untuk menghadapi even ini. “Catatan waktu ‘Personal Record’ climbing dari Puspo ke Wonokitri berdasarkan aplikasi Strava sudah membaik 21 menit. Jadi saya kira cukuplah untuk jadi yang terbaik. Apalagi saya tambahin dengan latihan bareng AA SoS Training Camp Malaysia akhir bulan lalu,” bilangnya.

Usai lomba, Guntur memuji even yang diselenggarakan oleh Azrul Ananda School of Suffering (AA SoS), Mie Bola Mas, dan OtakOtak Event Organizer ini.

Para juara kelas Men Senior berfoto bersama Azrul Ananda (AA SoS), Wawan (Mie Bola Mas), Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Arif Rahman, dan Cipto Prabowo (Citicon). 

 

Menurutnya, dari segi penyelenggaraan sudah profesional. “Bisa dikatakan sesuai standar balap UCI. Peloton non-kompetitif jadi ‘bumbu’ acara dan diutamakan pada race-nya,” ujarnya. 

Even ini pun jadi ditunggu lagi di tahun-tahun selanjutnya…

Antangin Bromo KOM Challenge 2018 didukung pula oleh Korlantas Polri, Citicon, Honda Surabaya Center, Parasol, O’Donuts, dan Hotel Horison Pasuruan. (mainsepeda)

 

Hasil lomba kelas Men Senior (Usia 51+) 

1. Julak Yayan 1 jam 45 menit 41 detik Kaltim        

2. Hartadi 1 jam 48 menit 31 detik Polygon Bandung Raya

3. Guntur Priambodo 1 jam 50 menit 29 detik Banyuwangi Road Cycling Community

 

Populer

Bananabotcage , Bawa Pisang Semudah Bidon  
Pesona Selo “Ring of The Fire”, Sensasi Menanjak Membelah Merapi dan Merbabu
Bosan Gowes di Jalan? Ke Laut Aja…
FSA dan Ritchie Sembunyikan Kabel di Semua Sepeda
Meriah Menanjak dengan 15 Warna Jersey
De Rosa SK Pininfarina: Logo Baru, Frame Aero Baru
BMC Rilis Sepeda Gravel URS, Andalkan Micro Travel Technology
Sekejap Ubah Manual Shifting Jadi Elektrik
Menjagokan Peter Sagan di Balapan Lotere 300 Km
Semua Tim WorldTour Berebut Wout Van Aert