Bila Anda menggunakan smart TV, biasanya bentuk remote-nya tidak umum. Biasanya, orang akan cepat menyesuaikan diri dengan peralatan modern. Baik itu sekedar remote tv maupun smartphone canggih.
Tapi yang sebaliknya juga banyak. Yang gaptek maksud saya. Yang seperti ini pegang remote smart tv saja bisa terbalik-balik. Mau ganti channel, malah mengeraskan suara.
Ini juga bisa terjadi di dunia sepeda. Memang sepeda gak pakai remote seperti mobil atau motor. Sampai saat ini sepeda juga belum bisa di-remote seperti mobil-mobilan. Tetapi jangan salah, sepeda jaman sekarang juga sarat dengan teknologi. Terlebih ketika hadir bike computer. Teknologi ini memungkinkan cyclist mengukur kondisi dirinya. Bisa melihat kecepatan, putaran crank, dan detak jantung. Bahkan, seberapa besar tenaga kaki yang digunakan untuk menendang crank.
Saya tidak akan membahas masing-masing fungsi pengukuran itu di tulisan ini. Yang saya bahas sekarang bagaimana seorang cyclist bisa tidak paham dengan perangkat canggih yang dimilikinya.
Dalam sebuah kasus, ada cyclist yang punya bike computer canggih, yang biasa terpasang di sepeda selevel Tour de France. Yang bisa menampilkan informasi detak jantung pesepedanya, dari menit ke menit.
Cyclist itu sebenarnya tahu fungsi perangkat itu untuk apa. Tapi lucunya ia tidak menyinkronkan antara alat pemantau detak -yang harusnya menempel di tubuh- dengan bike computer. Akhirnya, walaupun pemantaunya dipakai, dan bike computer-nya terpasang di atas handlebar, data detak jantung si cyclist tidak bisa disajikan. Kedengarannya tidak masuk akal ya? Tapi memang hal itu terjadi.
Ada juga cerita unik lainnya. Ketika seorang teman pernah melihat kawannya punya sepeda mahal tapi tidak terpakai. Awalnya ia mengira si pemiliknya malas. Atau tidak punya waktu untuk gowes. Si teman itu penasaran kenapa sepeda mahal tersebut jarang mengaspal. Ia coba memberanikan diri bertanya.
Jawabannya di luar dugaan. Si pemilik sepeda itu ternyata tak bisa menyalakan perangkat pemindah gir. Kedengarannya tidak masuk akal ya? Tapi, serius cerita ini ada.
Kalau kejadiannya seperti itu mungkin yang salah penjual sepedanya. Mereka tidak menjelaskan detail tentang sepeda yang dijualnya. Gak mungkin dong si pemilik sepeda itu tanya ke tetangganya. Yang ada malah malu.
Intinya, sebuah kecanggihan harus diikuti oleh pemahaman. Ada istilah guyonannya: hardware dan software harus linier dengan brainware-nya.
Kalau buku panduannya hilang? Coba googling saja. Di zaman seperti ini biasanya pabrikan gadget juga menyediakan buku panduan versi digital yang bisa diunduh.
Jangan mudah menyerah. Sangat mubazir bila sebuah gadget yang seharusnya sangat membantu kita menikmati bersepeda justru tak terpakai karena tidak tahu cara pakainya.
Contoh misalnya kita punya Garmin 1030. Semua tahu gadget ini bisa menyajikan banyak data, yang tak sekedar kecepatan kita. Gadget ini sebenarnya bisa menunjukkan jalan kembali ke titik asal. Fitur ini berguna bila kita berada di daerah baru dan berusaha meneksplor daerah tersebut. Bila kita tersesat, tinggal tekan layar dan jalan pulang pasti bisa disajikan perangkat itu. Kalau kita tidak tahu fitur itu kan sayang.
Jika di antara kita ada yang belum paham fitur canggih dari gadget yang dibeli, cobalah riset. Coba cari artikelnya di Google. Atau kalau ingin lebih mudah, temukan video tutorialnya di YouTube. Pasti ada.
Jadi, saran saya belilah sepeda yang bisa Anda pahami. Lalu lengkapi dengan gadget pendukung yang sesuai kebutuhan. Jika sudah beli, coba explore kemampuan gadget itu. Simpanlah buku panduannya. Jangan dikilokan bersama dengan koran dan majalah bekas. Sekian. (johnny ray)
Foto: Dewo Pratomo