Kolom Sehat: Rim Brake Menolak Punah

| Penulis : 

Bila Anda baru menekuni hobi bersepeda setahun belakangan ini, atau menjadi pesepeda karena pandemi Covid-19, maka Anda mungkin akrab dengan teknologi disc brake. Sedikit sejarah: Sebelumnya road bike memakai rem yang menjepit rim langsung, biasa disebut caliper brake atau rim brake. 

Memang, sempat ada rim brake yang digerakkan dengan gaya hidrolis, tapi kemudian tidak terlalu populer. Sekarang, pabrikan besar "memaksa" pembuat frame agar menggunakan disc brake saja. Beberapa brand bahkan tidak memberi pilihan rim brake lagi.

Sebenarnya, apa salah rim brake? Hingga semakin sedikit frame yang menggunakannya? Apakah karena disc brake begitu handal, sehingga harus menjadi pilihan tunggal? Alasan industri sepeda pasti sarat dengan kepentingan, demi keberlangsungan hidup industri ini.

Bila Anda masih memiliki sepeda dengan rim brake, saya rasa Anda tidak perlu terlalu khawatir. Selama sepeda itu masih bisa menemani Anda ke gunung dan ke lembah mana saja. Saya sendiri tidak antipati dengan disc brake, tapi setelah merasakan keduanya, terus terang saya lebih menyukai rim brake.

Alasannya antara lain:

1. Lebih Gampang Perawatannya 
Kampasnya mudah terlihat, mekanismenya sangat sederhana, sangat mudah untuk memeriksa berfungsi atau tidaknya rem ini. Dan tentu saja memeriksa fungsinya sebelum berangkat bersepeda sangat dianjurkan.

Rim memang bisa rusak setelah terus menerus digesek rem, tapi tidak dalam waktu singkat. Sebagai gambaran, ada rim saya yang sudah berumur tiga tahun dan sering dipakai tapi masih bagus.

2. Kemungkinan Rusak di Jalan Lebih Rendah
Bila Anda memakai disc brake belajarlah mengontrol atau paling tidak memeriksakan remnya secara berkala. Kita tidak bisa melihat langsung apakah kampasnya sudah aus atau belum. Harus dibuka dulu.

Kalau rim brake hanya akan gagal berfungsi hanya bila kawat penariknya putus. Meski rim brake kadang merusakkan rim karbon, tetapi paling tidak fungsi remnya masih bekerja.

3. Jumlah Parts Lebih Sedikit
Rim brake hanya memerlukan tuas rem yang biasanya gabung dengan shifter, dan wheelset atau roda. Disc brake kita harus memikirkan brake pad, kaliper, rotor, dan jenis cairan yang digunakan. Banyak parts yang harus diperhatikan agar fungsi remnya terjaga.

Itulah hal -hal yang membuat saya lebih menyukai rim brake walau bukan berarti tidak ada kelemahan. Misalnya, daya cengkeram tentu lebih baik disc brake dan rim brake punya keterbatasan dengan lebar ban yang dipakai. 

Nah, apakah rim brake akan punah? Menurut saya sulit untuk tidak meneruskan produksinya, karena beberapa pecinta sepeda vintage erat dengan rim brake

Kadang sebuah kemajuan dan tren itu membuat kita ingin mengikutinya. Begitu juga di bidang sepeda ini lewat teknologi disc brake. Tetapi selera dan pilihan kita harus didasarkan pada fungsinya, juga pemahaman akan perawatannya, karena sebagus apa pun sepedanya bila tidak dirawat pasti tidak akan berfungsi dengan baik.

Rim brake atau disc brake itu pilihan masing-masing cyclist. Tetapi yang pasti ketika menanjak sepeda tidak perlu di rem (wkwkwkwk). Ini yang sering diucapkan teman-teman saya ketika mendahului saya di tanjakan: “Om ,sepedanya jangan direm!”. 

Selamat bersepeda dengan aman. Sekian. (johnny ray)

Foto: Dewo Pratomo

Populer

Cara Brompton Singapura Angkat Isu Perubahan Iklim
Selalu Dukung Toko Sepeda Lokal Anda!
Sudah 15 Tahun, Anies Baswedan Setia dengan Schwinn Skyliner
Cervelo P5x Lamborghini, Hanya Ada 25 Biji
Pakai Skinsuit, Cara Paling Instan untuk Cepat
Delapan Brompton Paling Diburu
Ini Dia Enam Kafe Sepeda Keren di Indonesia
Menaikkan Gengsi Sepeda Lipat dan Brompton
Menang TT, Lutsenko Gagal Gusur Pöstlberger di GC
Lakukan Pengecekan Ini sebelum Bersepeda (Hanya Butuh Satu Menit)