"No One Left Behind". Semangat ini dipegang teguh oleh komunitas Brompton Monas Cyclists (BMC). Pedoman itu selalu dijaga di mana pun mereka gowes serta di berbagai event yang diikuti. BMC berusaha untuk saling dukung, bahkan rela menunggu agar bisa finis bersamaan.
BMC bukan sekadar komunitas Brompton biasa. Mereka memiliki jadwal gowes yang teratur dan terstruktur. Selain itu, mereka juga terkenal paling disiplin latihan. Menu latihannya betul-betul diperhitungkan dengan target tertentu yang telah dipatok.
Dua member BMC, yakni drg. Hendriyanto "Toto" Wijaya dan Sandi "Asenk" Adila juga mencatat prestasi gemilang sekitar dua tahun lalu. Mereka menuntaskan Paris-Brest-Paris (PBP) dengan Brompton. Mereka gowes sejauh 1.200 kilometer dengan total elevasi 12.000 meter. Perjalanan berat ini mereka selesaikan dalam 82 jam 53 menit.
Pada akhir Januari lalu, Asenk dan Toto gowes 1.000 kilometer lagi di Jogja. Kali ini mereka tak hanya berdua, ada Andre "Ale" Leman yang turut serta. Ale tergolong rajin gowes. Ia pernah pernah ikut Audax 200 km serta Round Singapore Island. Tapi gowes 1.000 kilometer adalah hal baru untuknya.
Persiapannya gila-gilaan. Sejak awal Januari, mereka latihan rutin setiap pekan. Mereka juga mematangkan fisik dengan gowes Jakarta-Bandung-Jakarta. Rutenya sedikit berbeda. Untuk mendapatkan sensasi nanjak, mereka gowes dari Jakarta menuju Purwakarta. Kemudian mereka melaju ke Subang untuk menaklukkan Tanjakan Emen.
Dari sana, mereka menuju Tangkuban Perahu dan melaju lagi ke Lembang. Trio Asenk, Toto, dan Ale kemudian turun ke Kota Bandung. Rute pulang yang dipilih adalah Cianjur, lalu nanjak ke Puncak, kemudian melalui Kota Bogor sebelum tiba di Jakarta.
Dengan persiapan yang maksimal itu, trisula andalan BMC ini dapat menuntaskan misi dengan lancar. Mereka gowes total 1.003 kilometer dengan elevasi lebih dari 8.000 meter. Mereka mencapainya dalam 71 jam, empat jam lebih awal dari cut off time (COT). Yang lebih menggembirakan lagi, ketiganya bisa finis bersama-sama. Tidak ada yang copot.
"Sesuai dengan prinsip kami, no one left behind. Kami mulai bersama-sama dan selesai juga bersama," tegas Erwin Handoko, Manajer tim BMC.
Pencapaian trio BMC ini untuk sekian kalinya membuktikan bahwa Brompton bukan hanya digunakan untuk gowes dalam kota saja. "Disiksa" di tanjakan berelevasi ribuan meter dengan gradien belasan persen, serta melewati rute maut di jalanan Pantai Utara (Pantura) pun mampu.
Erwin menjelaskan, tak banyak perubahan di Brompton yang mereka tunggangi. Hampir semuanya bawaan pabrik. Mereka hanya mengubahnya menjadi double crank agar lebih bersahabat di tanjakan. "Waktu CEO Brompton ke Indonesia, ia menjelaskan bahwa sepeda ini dibikin melalui riset. Jadi sepeda ini yang terbaik," kata Erwin.
Bisa melibas rute 1.000 kilometer dengan lancar dan finis sebelum COT adalah kebanggan tersendiri untuk trio BMC. Apalagi mereka melakukannya dengan Brompton. Erwin angkat topi dengan semangat dan motivasi sohibnya. Toto dan Asenk yang sudah berpengalaman di PBP, rela menahan diri agar Ale sebagai debutan tidak tercecer.
"Kami tidak mengejar apa-apa. Yang penting bisa finis bareng-bareng. Itu yang kami tekankan, bahwa harus jalan sama-sama. Apa pun masalahnya, harus tetap bersama," bilangnya.
Setelah membuka tahun dengan gowes jarak jauh, BMC mencanangkan dua agenda internal dalam waktu dekat. BMC ingin gowes mengelilingi Pulau Bali pada Maret nanti. Kemudian, mereka juga mencanangkan gowes Jakarta-Bali seusai Lebaran. (mainsepeda)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 30
Foto: Dokumentasi BMC