Kolom Sehat: Super Granny Produk Pandemi  

| Penulis : 

Sejak beberapa bulan lalu, saya bersama Om Aza -Azrul Ananda- punya kesibukan baru. Yang awalnya hanyalah sebuah keisengan, eh kini malah jadi seperti pekerjaan yang wajib dilakukan. Apalagi jika bukan memproduksi Main Sepeda Podcast. Sesuai namanya, podcast itu mengulas apa saja terkait sepeda.

Jujur, awal mulanya aktivitas itu benar-benar iseng. Kami berdua kebingungan mau ngapain ketika aktivitas banyak terkurung karena pandemi ini. Tanpa kami prediksi sebelumnya, eh ternyata feedback aktivitas ini positif.

Dalam proses produksinya, selama ini kami berdua coba menggali banyak pertanyaan dan bahan. Tak jarang kami sebenarnya merasa tidak ingin membahasnya. Sebab kami berpikir, "masa begini saja dibahas". Namun apa yang menurut kami wajar, ternyata belum tentu diketahui banyak cyclist lain.

Kami sih bisa memaklumi hal itu. Sebab, meskipun di zaman seperti ini begitu banyak materi tersedia gratis, tapi kadang memang mencerna informasi itu perlu waktu untuk menyerapnya.

Tak jarang setelah podcast tayang, kami tetap mendapatkan banyak pertanyaan dan tanggapan susulan. Kadang tanyanya langsung japri ke saya.

Nah, dari sekian banyak pertanyaan itu, ada seorang perempuan yang rajin sekali bertanya ke saya. Saya selalu coba menjawab pertanyaannya itu. Sebisa dan sesederhana mungkin, agar dia tidak bikin bingung.

Setelah beberapa kali tanya jawab, saya terkejut. Saya mengira yang sering bertanya itu masih muda. Seperti kebanyakan lawan chatting saya selama ini. Yang kebanyakan seorang cyclist muda dan cantik. Yang usianya berkisar 20-35 tahun. Yang biasanya kategori cyclist malas nanjak.

Ternyata, lawan bicara saya kali ini berbeda. Saya tahunya tidak sengaja. Bermula dari sebuah jawaban saya atas pertanyaan beliau --tapi saya lupa jawaban dan pertanyaan itu yang mana. Maklum, saking banyaknya pertanyaan. Hehehe.

Lawan bicara saya itu tiba-tiba mengatakan demikian, "Saya harus hati-hati Om Ray, sebab saya ini sudah nenek-nenek. Sudah punya cucu." Belakangan saya ketahui beliau bernama Bu Laksmi. Akun Instagram-nya @laksmianggraeni.

Beneran, saya kaget dengan pernyataan Bu Laksmi itu. Saya nggak nyangka ternyata cyclist produk pandemi ini bukan hanya didominasi yang muda. Tapi meskipun Bu Laksmi gak muda, soal semangat jangan ditanya loh. Luar biasaaa beliau ini. 

Bu Laksmi ternyata usianya sudah 57 tahun. Beliau beneran sudah punya cucu: dua orang. Beliau baru bersepeda pada Agustus 2020 lalu. Bener-bener produk pandemi.

Meski produk pandemi, tapi soal niat jangan tanya. Beliau hampir tiap hari bersepeda. Bahkan ada pelatihnya. Beliau memanggil sang pelatih dengan sebutan "Coach Jahat". Akun Instagramnya, @budyandaka.

Ternyata, sang pelatih anaknya sendiri. Saya jadi heran, kok beraninya ia "jahat" pada ibunya. Bukannya surga berada di telapak kaki ibu? Hahaha.

Saya masih ingat, awal November lalu Bu Laksmi sangat intens bertanya ke saya soal menanjak. Saya pun heran, urusan nanjak tanya kok tanya ke saya. Apa gak salah? Tapi, saya tetap coba jawab.

Dan, betapa kagetnya ketika saya melihat kilometer gowes dan elevasinya, tepat setelah hari ulang tahun Bu Laksmi. Di hari ulang tahunnya itu, ternyata "Coach Jahat" menantang Bu Laksmi gowes 100 kilometer. Dengan elevasi sampai 1.800 meter. Saya pun langsung ngedumel, "Betapa jahat coach-nya itu."

Bagaimana tidak jahat, baru bersepeda kurang dari empat bulan sudah melahap elevasi 1.800 meter. Di usia yang ke-57 tahun pula. Tantangan itu bahkan diselesaikan dalam waktu 9 jam. Entah apa yang membuat "Super Granny" ini begitu semangat.

Pada saya, Bu Laksmi bilang ia sudah mulai terbiasa mendengarkan orang-orang yang memperingatkan, sekaligus meragukan kemampuannya. Misalnya, "sudah tua kok cari perkara." Atau "Sadar diri, inget usia jangan nafsu menyaingi yang muda."

Bagi Bu Laksmi ucapan itu malah jadi penyemangat sekaligus pengingatnya. "Saya jadi lebih hati-hati ketika bersepeda. Sering memantau detak jatung," ujarnya.

Ketika berhasil menyelesaikan tantangan "Coach Jahat", Bu Laksmi sangat senang. Sebab dia diundang WCC Jakarta menjadi anggota. Yang kedua, dia diperbolehkan beli frame baru. "Bener kata Om Aza, karena sudah berhasil improve bersepeda, jadi boleh beli frame baru sama coach," katanya ke saya. Di seberang telepon saya bisa merasakan betapa bahagianya Bu Laksmi.

Saya berharap beliau bisa terus bersepeda dengan sehat dan aman di jalan. Bagi saya, kisah Bu Laksmi ini sungguh spesial. Harusnya juga bisa menjadi motivasi, terutama bagi orang yang masih mikir, "berapa sih batasan mulai bersepeda?"

Jadi, sudahlah tidak usah banyak mikir. Ayo sepedaan dulu. Masa gak malu kalah sama nenek-nenek. (johnny ray)

Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 30

Foto: Ibrahim Adji, Dokumentasi Laksmi Anggraeni

Populer

Wilier Zero SLR, Senjata Baru untuk Para Kambing Gunung
Penyelenggara Baru, Rute Senangkan Sprinter
Stem Ini Bisa Panjang-Pendek dan Merunduk
Cyclist Tak Suka Istri Perhatian
Cavendish Belum Habis, Mantap Tatap Tour de France
Ada Timing Chip untuk Peserta Bromo KOM
Lebih Ringan, Mulus, dan Universal
reTyre, Semenit Ganti Tapak Ban Sepeda
Main MTB di Bogor, ke Mana Aja?
Ted King dan Keough Juara Dirty Kanza, Acker dan Rusch Menang Edisi 563 Km