Kolom Sehat: Pintu ke Mana Saja (Doko Demo Doa)

| Penulis : 

Sebelum membahas pintu ke mana saja, saya ingin mengajak Anda yang senang sepedaan untuk segera mengikuti Giro d'Italia. Salah satu Grand Tour yang dihelat di Italia. Giro d'Italia musim 2021 ini masih baru memasuki awal minggu kedua. Masih cukup panjang, masih cukup lama, dan Anda akan disuguhi pertarungan tim-tim besar.

Yang menarik hingga Etape 11 adalah bagaimana gerbong Ineos Grenadiers berhasil meninggalkan lawan-lawannya. Termasuk Remco Evenepoel dari tim Deceuninck-QuickStep. Remco yang di etape sebelumnya masih selisih belasan detik dengan Egan Bernal, sekarang terpaut dua menit lebih.

Di atas kertas Bernal diunggulkan. Tapi siapa tahu ada yang bisa menggeser posisinya. Jadi mari kita simak saja setiap hari hingga 30 Mei nanti.

Sekarang kembali ke laptop. Topik grup sepeda yang seru adalah pemilihan rute. Rute bisa membuat pesepeda bersemangat, grogi, atau bahkan takut hingga akhirnya membatalkan keikutsertaan dengan berbagai dalih.

Kali ini saya menulis soal pilihan rute alternatif, yang mungkin agak condong ke sepeda gravel ya pembaca. Seperti yang sudah sering saya bahas dan tulis, atau bagi yang mengikuti medsos saya pasti mengerti kalau saya sering nge-loop di Universitas Ciputra (UC).

Di rute nge-loop itu seakan ada pintu ke mana saja, seperti milik Doraemon. Di balik loop itu ada rute MTB single track yang tidak asing bagi yang sudah hobi bersepeda lama. Walaupun hanya di balik pohon, rute ini menyajikan jalanan yang tak beraspal, banyak pohon, dan konturnya naik-turun, tetapi tidak tinggi, serta masih sopan.

Sebelumnya saya juga pernah mencoba rute-rute di balik loop UC yang biasa disebut bukit ular atau kebun mangga ini. Dulu saya memasukinya dengan sepeda gunung (MTB) dan memakai beberapa pengaman. Sebab dulu saya sering jatuh, wkwkwkwk.

Pada suatu hari saat nge-loop, saya bertemu Om Lucky W. Ia adalah teman saya ketika masih ber-MTB. Saya menggendamnya. Saya ajak ke rute itu. "Eh masih hafal nggak jalan di sana. Pas lu juga pake gravel tuh," ajak saya. Ternyata dia mengiyakan.

Karena saya tahu aplikasi penunjuk jalan tidak berfungsi di dalam kebun, saya perlu guide terpercaya. Akhirnya kami mencoba masuk jalanan berbatu, sedikit berlumpur, dan penuh pepohonan. Sebagian tumbuh liar, ada pula yang ditanam petani setempat.

Sensasinya beda banget dengan jalan aspal di sebelah. Di kebun ini kami nggak bisa ngebut. Jalannya pun nggak jelas dan membuat kami kesasar beberapa kali. Maklum, di kebun seperti ini kan nggak ada penunjuk arah.

Alhasil para serangga melihat kehadiran kami seperti berkah. Bekas gigitan serangga-serangga itu beraneka macam gatelnya. Ada yang biasa, ada yang seperti sambal pedas.

Fungsi sepeda gravel rasanya serasa mentok di medan yang kurang tepat. Walau masih bisa. Dibisa-bisakan maksud saya. Setelah berputar-putar kami pun keluar melewati jalan paving ke UC loop lagi.

Bagi yang tertarik, medan ini sesekali perlu dicoba untuk variasi rute. Sebab, terkadang rute lain hanya beberapa meter saja dari tempat kita biasa gowes. Tidak perlu pintu ke mana saja. Cukup pindah jalur sedikit dan Anda akan tiba di alam lain (bukan alam ghoib). Selamat bersepeda dan berkebun. Sekian. (johnny ray)

Foto: @motretsport

Populer

Pompa Ban Anda sesuai Berat Badan
Komunitas yang Merangkul Semua Klub Sepeda
Tips Etika dan Protokol Komunitas Sepeda selama Pandemi Covid-19
Kwiatkowski Selamatkan Gengsi Ineos Grenadiers
Wellens Rebut Kemenangan Kedua di La Vuelta
Podcast Main Sepeda Eps 28: Hargai Pejuang Strava! Resolusi Gowes Pemula 2021
Target Sederhana Cavendish di Deceuninck-QuickStep
Performa Membaik, Cavendish Rajin Naik Podium
Kolom Sehat: Berputar-Putar Demi Kilometer
Mark Cavendish Raih Dua Kemenangan Beruntun