John Boemihardjo menjadi orang Indonesia pertama yang mampu menuntaskan ajang gravel terbesar dan terberat di dunia, Unbound Gravel (Dirty Kanza) 2021. Cyclist asal Surabaya itu mampu menuntaskan rute 206 mil (331 km) dalam waktu 16 jam, 13 menit, dan 12 detik. Melintasi garis finis di pusat kota Emporia, Kansas, pukul 22.14.

Johnny Ray juga mampu mencapai finis di kelas 100 mil (160 km). Start pukul 07.00, satu jam setelah kelas 200 mil, Ray menuntaskan rute dalam waktu 10 jam, 11 menit, dan 11 detik.


Johnny Ray (dua dari kiri) ketika finis.

Sementara Azrul Ananda, yang turun di kelas 200 mil bersama John, gagal mencapai garis finis. Azrul out dari event di water station di Alta Vista, di kilometer 202.

Unbound Gravel ternyata berlangsung jauh lebih berat dari yang dibayangkan. Suhu panas sudah dianggap normal, di kisaran 30 derajat Celcius. Tapi angin jauh lebih kencang dari edisi terakhir, 2019 lalu.

Dari total 1.100-an peserta kelas 200 mil yang memulai lomba, hanya 616 mampu mencapai garis finis di Emporia. John Boemihardjo meraih posisi 299. Sempat menargetkan finis di bawah 15 jam sebelum matahari terbenam, John sempat kehabisan air di sekitar km 150. "Saya jadi lebih pelan, lebih hati-hati, mencoba menata energi sebelum water station," jelasnya.

Di ajang ini, peserta memang hanya bisa mengisi suplai di tempat yang ditentukan. Yaitu di Alma pada km 111 dan Council Grove km 251. Di tengah-tengah hanya ada satu water station resmi di Alta Vista, km 202.

Water station itu hanya untuk mengisi air putih saja. Tidak ada yang lain. Karena cuaca lebih panas, panitia dari Life Time menambahkan satu lagi water station di km 165. Tapi juga tidak ada suplai makanan. Dan praktis tidak ada toko kelontong di sepanjang rute gravel itu untuk mengisi suplai.

Menurut John, yang tidak diduga dari event ini adalah kasarnya permukaan jalan dan banyaknya tanjakan serta curamnya tanjakan yang harus dilewati. Total, dalam 331 km, John menanjak total 3.611 meter. Hampir dua kali rute Bromo KOM di Jawa Timur. Tidak ada gunung di Kansas, tapi perbukitan di kawasan Flint Hills menyuguhkan tanjakan-tanjakan pendek curam 9-12 persen.

"Batu-batunya besar dan kasar. Tanjakan dan turunannya jadi sangat mendebarkan. Apalagi kalau ada peserta lain dan kita tidak bisa memilih lajur yang ideal," ungkapnya.


Azrul Ananda menyambut John Boemihardjo sesaat setelah melintasi garis finis.

Masalah suplai itulah yang menghentikan laju Azrul Ananda. Memasuki pit stop pertama di Alma km 111, pace-nya masih normal. Hanya sekitar 20 menit di belakang John. Tapi saat itu Azrul tidak cukup membawa makanan di kantong jersey dan tas sepeda.

"Gagal finis salah saya sendiri. Saya tidak ada masalah kram atau yang lain. Murni salah strategi asupan. Bukan meremehkan, tapi tidak menduga tuntutan asupannya bakal seekstrem itu. Pada km 150-an saya juga sempat kehabisan air. Untung ada water station tambahan," cerita Azrul.

Tapi kemudian, pada km 180-an, Azrul kehabisan segala makanan. Ia sempat bonk total (kehabisan energi), bahkan sempat berbaring di sisi jalan. Ketika kemudian sampai di water station Alta Vista (km 202), tidak ada suplai makanan dan support crew tidak boleh memberikan bantuan. "Masih terlalu jauh, hampir 50 km, untuk mendapatkan suplai di Council Grove. Tapi ini salah saya. Murni salah saya sendiri," tambahnya.

Menurut Azrul, bagi yang berminat ikut event ini ke depannya, strategi asupan benar-benar harus dilatih dan dipikirkan. Tak heran peserta membawa tas besar-besar, membawa sebanyak mungkin makanan.

Walau "hanya" menuntaskan 202 km, Azrul sudah menanjak total hampir 2.500 meter. "Medan berbatu kasar, banyak tanjakan, minim pit stop. Ini benar-benar Paris-Dakkar-nya balap sepeda," ucap Azrul.

Johnny Ray juga menyebut strategi asupan sangat krusial. Termasuk di kelas 100 mil (160 km) yang hanya memiliki satu pit stop resmi di km 89. Ray merasa benar-benar sudah "habis" hanya sekitar 15 km dari finis.

Saking parahnya, Ray butuh lebih dari satu jam hanya untuk menuntaskan 15 km terakhir itu. Jalanan berbatu memang harus terus dijalani sampai hanya sekitar 3-4 km dari finis. Serta ada tanjakan curam penutup saat akan masuk kembali ke Emporia.

"Dari segala event yang pernah saya ikuti, belum pernah saya seperti ini. Rasanya, kalau ada yang menawarkan evakuasi pada 5 km terakhir, saya bisa mengambilnya. Benar-benar event tidak masuk akal," ujar Ray, yang harus jalan dipapah oleh John dan Chris Mohn, orang tua angkat Azrul saat SMA di Kansas, usai melewati finis.


John dan Chris Mohn membantu memapah Johnny Ray sesaat setelah finis.

Ray menambahkan, yang penting mereka bertiga selamat dari event ini. "Ada begitu banyak kecelakaan terjadi di sekeliling kami. Medannya bukan hanya menantang, tapi juga mengerikan. Panitianya memang gila," tadasnya.

Usai lomba, John dan Azrul mengungkapkan keinginan untuk kembali ke Emporia. John ingin meraih finis Beat The Sun, Azrul ingin menuntaskan hutang di Kansas ini.

"Latihannya harus beda. Banyak yang kami lakukan di Indonesia tidak releven di sini," kata Azrul. "Dan kami punya video-video menarik yang bisa menjelaskan betapa beratnya medan di sini untuk disampaikan di channel YouTube Mainsepeda dalam beberapa pekan ke depan," pungkasnya.(mainsepeda)

Foto: Emka Satya/DBL Indonesia

Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 44

Audionya bisa didengarkan di sini

Populer

Tips Memilih Lebar Handlebar yang Ideal
Cervelo P5x Lamborghini, Hanya Ada 25 Biji
Salasa Kahiji, Balap Liar Mingguan yang Terorganisir di Bandung
Bianchi Merilis Sprint, Road Bike dengan Harga Terjangkau
Liburan ala Ernest dan Nirina: Bersepeda 12 Hari Jakarta-Bali 1.200 km
Kemenangan Spesial Bissegger di Kandang Sendiri
Seberapa Panjang Celana dan Tinggi Kaos Kaki?
Wdnsdy AJ62: Performance Nyaman untuk Cyclist Indonesia
Hanya 250 Unit, Specialized Tarmac SL6 World Champion
Ulang Tahun ke-25, Focus Bikin Mares CX Berlapis Emas 24 Karat