Sembilan hari sendirian. Di jalan raya dari Depok hingga Surabaya. Sejauh 980 km. Tidak ada teman ngobrol. Kecuali Trek 01 yang jadi teman perjalanan. Saat itulah, Yudhistira Gularso menemukan arti kehidupan sesungguhnya.

“Ke Museum Angkut dan main di semua wahana Jatim Park di Batu, Malang!” jawabnya setahun yang lalu. Ya, Yudhi sudah menyiapkan perjalanan ini sejak tahun lalu.

Awalnya, perjalanan ini dirancang berdua dengan Emir Faruqi. Sayangnya mendekati hari keberangkatan, Emir mendadak membatalkannya. “Saya ada tanggungan pekerjaan yang tidak bisa saya tinggal dan ini klien penting,” begitu katanya ke Yudhi.

Kepalang tanggung, Yudhi membulatkan niat untuk tetap berangkat meskipun sendirian. “Ibu sempat melarang saya berangkat kalo sendirian. Tapi saya rayu ibu. Saya bilang udah full persiapan, udah beli tas dan lainnya. Akhirnya ibu merelakan saya berkelana. Pesannya cuman hati-hati dan semoga dapat hidayah!” bilangnya tertawa.

Tepat tanggal 11 Agustus, Yudhi berangkat dari Depok menuju Cirebon sejauh 237 km. “Maunya kan jemput Emir dulu di Cirebon. Meski tanpa Emir, rute tetap saya jalani. Lalu turun ke Purwokerto dan menuju timur lewat Jogja, Kediri, Malang, dan Surabaya,” cerita cyclist yang kerap latihan di kawasan Bintaro Loop ini.

Tanggal 11 Agustus pagi hari setelah sholat subuh, selfie dulu lalu berangkat dari Depok.

Masih bersemangat, jarak 237 km dilakoninya selama 10 jam. “Rute Jakarta Cirebon ini yang paling berat karena angin dan sempat menyisir pantai. Sepeda saya sampai oleng dan speed saya tidak bisa lebih dari 20 km/h,” tuturnya.

Akhirnya, jam 8 malam masuk hotel untuk beristirahat. Keesokan harinya, perjalanan dilanjutkan menuju Purwokerto sejauh 141 km. “Tidak ada kendala berarti di hari kedua ini,” bilang Yudhi.

Memang, Yudhi sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Bahkan pria lajang ini sangat percaya diri bahwa semuanya akan baik-baik saja dan dirinya mampu mengatasi segala masalah.  

Saat tiba di Purwokerto.

Tapi ternyata salah besar. Saat perjalanan dari Sragen ke Kediri di hari kelima, dadanya terasa nyeri. “Saya kaget, saya tidak pernah merasakan sakit seperti ini sebelumnya. Ini tanda harus istirahat,” tuturnya.

Saat itu baru berjalan sekitar 60 km keluar dari Sragen, berhentilah Yudhi di sebuah masjid. Masih dalam pembangunan setengah jadi tapi sudah beroperasi.

“Sempat tidur sebentar, lalu saya didatangi anak-anak kecil karena mereka kaget melihat saya bawa sepeda penuh barang. Mereka nanya saya dari mana, saya jawab dari Jakarta. Kaget sekali mereka,” cerita Yudhi.

Lalu Yudhi balik bertanya, kok kalian tidak sekolah? Mereka menjawab sekolah udah selesai dan sekarang saatnya sholat dhuhur. “Makjleb! Saya seperti ditempeleng keras. Ini teguran dariNya bahwa saya kurang taat beribadah. Dan sekarang saya merasakan dada sakit dan bisa pas stop di masjid ini. Artinya Allah ingin saya sholat di sini. Merinding saya!” bilangnya.

Selepas dari masjid itu, sepanjang perjalanan menuju Kediri, dirinya menangis. Teringat betapa kecilnya di mata Tuhan. Teringat juga dengan orang tua. “Saya terlalu asyik bekerja di bidang IT dan melupakan waktu bersama orang tua dan waktu beribadah. Saya sangat menyesal dan bikin saya menangis. Apalagi besoknya, teman mengabari kalo ayahnya meninggal. Wah, saya jadi shock dan merasa bersyukur saya masih memiliki orang tua sehat,” cerita Yudhi yang langsung menelpon ibunya dan bertangis-tangisan berdua via telepon.

Tidak ada yang tahu Yudhi menangis sepanjang perjalanan kecuali Trek 01 kesayangannya itu. “Ini sepeda saya beli dengan keringat saya sendiri. Saya beli dalam kondisi bekas tapi masih sangat bagus. Dan saya sehari-hari pakai juga untuk bekerja,” tutur Yudhi.

Sepeda Trek 01 alloy yang jadi teman setia perjalanan panjang Yudhi dalam menemukan arti kehidupan.

Waktu sedang persiapan, Yudhi kerap mengajak bicara sepeda berbahan alloy dengan grupset Shimano Sora ini. “Saya bilang Trek, yuk kita jalan-jalan jauh, yang kuat ya jangan bikin susah di jalan. Saya lakukan ini karena saya percaya bahwa soul kita harus menyatu untuk menuntaskan perjalanan ini. Udah kayak mau nikah aja, ya!” tawa Yudhi.

Karyawan PT. Kudo Teknologi Indonesia ini akhirnya menemukan pencerahan bahwa bukan tujuan yang penting. Tapi proses menuju sana itu yang penuh makna dan arti. “Ke Malang hanya sebuah tujuan. Tapi proses bersepeda ke sana itu yang mengajarkan saya arti hidup,” tuturnya.

Senyumnya mengembang setiba di Batu dan langsung foto di landmark kota lalu menuju Museum Angkut dan Jatim Park.

Banyak nilai kehidupan yang didapatkan Yudhi. Tidak ada gunanya sombong, harus menghargai hal sekecil apapun dan pelajaran terbesar adalah bersyukur atas kehidupan pemberian Tuhan.

“Saya menyadari bahwa manusia itu makhluk sosial perlu banyak bicara. Saya menikmati ngobrol dengan penduduk sekitar di warung. Dari situ, saya belajar tidak boleh sombong agar bisa diterima oleh mereka,” bilang pria kelahiran 24 Desember 1992.

Yudhi juga sekarang lebih bisa menghargai semua hal. “Saat berangkat dari rumah paman di Sragen, tante memberi saya dua bungkus kecil nasi kuning. Waktu itu saya sombong. Saya tolak karena akan memperberat bawaan. Tas juga udah penuh. Tapi karena tante memaksa akhirnya dengan berat hati saya bawa juga. Ikat pakai tali karet ke tas. Di perjalanan tiba-tiba lapar banget dan tidak ada warung satupun! Akhirnya dua bungkus nasi kuning sederhana itu jadi sangat berharga. Disitulah saya belajar menghargai pemberian orang sekecil apapun,” cerita anak dari pasangan Sri Kusno Gularso dan Wieke Wisnuwardhani.

Setelah tujuan tercapai, masuk Museum Angkut dan bermain di wahana Jatim Park di Batu, Malang. Keesokan harinya, perjalanan Yudhi dilanjutkan menuju Surabaya. “Tujuan pertama adalah Wdnsdy Café di Surabaya Townsquare. Saya kagum dengan sepeda Wdnsdy AJ62 karena merek Indonesia yang dibikin dengan passion. Pingin juga merasakan frame karbon. Jadi saya minta ijin ibu melanjutkan sedikit perjalanan hingga Surabaya. Ibu mengijinkan asal saya pulang Jakarta naik kereta dari Surabaya,” celoteh pria bertinggi badan 173 cm.

Semangkok Fruit bowl, secangkir Cappucino dan Trek 01 di Wdnsdy Cafe Surabaya mengakhiri perjalanan panjang Yudhistira. 

“Dan satu hal yang saya harus lakukan mengakhiri perjalanan ini, foto di Azrulminati nomor 1! Pekerjaan tidak boleh mengganggu hobi, tapi hobi tidak boleh merugikan pekerjaan. Itu bener bangeeettt! Saya lihat di postingan Instagram teman dan saya bertekad harus foto di situ membawa Trek 01. Dan hari ini tercapai!” teriaknya kegirangan.

Yudhistira sangat gembira bisa berfoto di tulisan Azrulminati no.1 ini sebagai penanda awal dari perjalanan turing berikutnya di masa yang akan datang. 

Akhirnya, Yudhi bisa pulang ke Jakarta menggunakan kereta dengan tenang karena semua tujuannya tercapai. Mengunjungi Museum Angkut, bermain di wahana Jatim Park, berfoto di Azrulminati no.1 dan terbesar, mendapatkan hidayah arti kehidupan. Semuanya Yudhi dapatkan bersama sepeda kesayangannya, Trek 01. (mainsepeda).

Cycling Trip Yudhistira Gularso

Depok – Cirebon : 237 km ditempuh 10 jam

Cirebon – Purwokerto : 141 km ditempuh 8 jam

Purwokerto – Yogyakarta : 155 km ditempuh 8 jam

Yogyakarta – Sragen : 100 km ditempuh 5 jam

Sragen – Kediri : 144 km ditempuh 7 jam

Kediri – Batu : 78 km ditempuh 6 jam

Batu – Surabaya : 96 km ditempuh 4 jam

Total : 980 km ditempuh 48 jam

Note :

1. waktu tempuh adalah moving time di Garmin tidak termasuk waktu berhenti istirahat. Data berdasarkan Strava dan Garmin.

2. Yudhistira memohon maaf semua foto adalah selfie karena memang tidak ada teman seperjalanan yang bisa memotretnya.

Populer

Pompa Ban Anda sesuai Berat Badan
AG2R La Mondiale Ganti Pakai Sepeda Eddy Merckx
Adidas dan Colnago: Pernikahan Sneaker dan Cycling
Wilier Zero SLR, Senjata Baru untuk Para Kambing Gunung
Siap Minggat dengan Brompton Explore (Unboxing dan First Ride)
Tips Memilih Lebar Handlebar yang Ideal
Swap Meet Pertama di 2020, Berhasil Jual Brompton Explore
Zipp 303 Firecrest Terbaru Tantang Kita Ubah Pola Pikir
Trek Emonda SLR 2021: Perfect untuk Pasar Asia
Tao Geoghegan Hart Juara Overall, Filippo Ganna Sapu Time Trial