Tidak mau ribet, tidak mau repot. Itu yang jadi dasar Baron Martanegara dalam memilih gowes dengan sepeda lipat. Sepedanya simpel, mungil, mudah dibawa-bawa. Apparelnya bejibun pilihan, tidak perlu pake jersey khusus yang ketat, tidak perlu pakai sepatu khusus yang kaku.
Baron pernah mencoba olahraga lain, untuk menjaga kebugaran. Tetapi semuanya tidak bertahan lama. “Saya mudah bosan!” alasannya. Hanya olahraga bersepeda yang bisa membuatnya bertahan 12 tahun. Ya, sejak 2007, Baron mulai menggeluti sepeda lipat. “Merdeka rasanya bersepeda itu. Apalagi pakai sepeda lipat. Khususnya Brompton!” bilangnya.
Menurut pengakuannya, dia tidak pernah serius dalam bersepeda. “Semua saya bawa fun aja sesuai konsep sepeda lipat yang gembira. tujuannya tercapai yaitu sehat, banyak teman, dan bergaya dengan fashionnya serta bisa jalan-jalan,” ujarnya lantas tertawa.
Bicara soal fashion, Baron suka urban style. Cukup T-shirt dryfit dan celana non lycra yang ketat. “Jadi gowes lalu bisa langsung masuk mall atau masuk kantor tanpa harus ribet dengan ganti baju,” ujarnya.
Baron mengaku sangat suka dengan fashion. Dan ini cocok dengan jiwa sepeda lipat. Karena mayoritas even sepeda lipat biasanya mengikut sertakan dress code. “Bahkan di even Brompton Day Out ada lomba khusus fashion outfit yang cocok dengan sepeda,” bilang Baron yang selalu tampil total apabila mengikuti even.
Pernah Baron iseng beli helm warna hijau yang modelnya mirip dengan elpiji melon 3 kg. Dan dirinya memakai helm ini bersama sepeda Tyrell warna hijau. “Seru-seruan aja, bersepeda lipat bisa lucu dan fun tidak harus serius seperti road bike,” bilangnya.
Meski begitu, tujuan utama Baron bersepeda adalah untuk menikmati pemandangan indahnya Indonesia dan luar negeri. Seperti Ambon, Raja Ampat, Penang, Jepang, Eropa.
“Paling berkesan gowes di Jepang karena warganya sangat ramah terhadap pesepeda,” bilang Baron. Saat di Jepang itu, Brompton yang sudah dicat custom warna merah putih dikagumi oleh cyclist Jepang.
“Waktu itu saya lagi nongkrong di Brompton Junction lalu ada cyclist yang tanya apakah ini hasil cat Kadowaki, salah satu painter custom terbaik Jepang. Saya bilang tidak. Ini cat di Indonesia tepatnya di Bekasi. Mereka kagum karena detail dan bagus catnya!” cerita Baron bangga karena Bromptonnya sempat dipajang di Brompton Junction Jepang.
Tak jarang, presiden Brompton Owner Group Indoensia (BOGI) ini mengikuti even gowes. Tak harus even gowes khusus sepeda lipat. Even gowes road bike pun diikutinya. “Even menanjak ke Wonokitri, gunung Bromo-pun saya ikuti menggunakan Brompton,” bilangnya.
Turing jarak jauh-pun diikuti. Tour de Ambon Manise 2018 yang mengeksplorasi keindahan Pulau Ambon dan Pulau Seram dari dekat membuat Baron terkesima dengan alam Indonesia. “Waktu itu saya pakai Tyrell warna hijau. Tidak ada masalah sama sekali. Juga tidak ketinggalan dengan road bike,” bangganya.
Cerita turing, Baron memiliki banyak kisah lucu. Salah satunya adalah saat balik dari even gowes di Jogja ke Jakarta. Karena naik kereta dan sampai ke Jakarta pagi subuh dengan kondisi letih dan ngantuk, Baron salah ambil Brompton. “Kebetulan beberapa teman pakai CHPT3 jadi sama semua warnanya. Sadarnya baru saat sore hari, saat melihat ada yang beda dengan CHPT3 ini,” ujarnya.
Baron juga pernah mengalami hal yang membuat panik waktu turing ke Raja Ampat. “Saat merakit sepeda, baru sadar pedalnya ketinggalan satu di rumah. Bingungnya bukan main waktu itu. Di pulau Waisai tidak ada toko sepeda yang jual. Untungnya ada bengkel sepeda motor yang jual komponen sepeda. jadi beli pedal sepeda anak-anak. Ala kadarnya saja yang penting bisa gowes,” ceritanya panjang lebar.
Baron masih terus berniat untuk gowes dengan sepeda lipatnya. “Untuk menunjang kesehatan jasmani juga refreshing untuk rohani. Serta terus berkiprah untuk kemajuan industri sepeda,” tutupnya. (mainsepeda)