Kisah cinta Erry Akbar Panggabean dan Siti Syahrina Sari berawal dari sepeda. Saat mereka pacaran tahun 1988 silam, keduanya menggunakan sepeda sebagai alat transportasi di Medan. “Saya masih ingat betul. Sepedanya model sepeda mini warna merah muda dan ada boncengannya. Jadi saya pamit ke ortu mau pergi dengan teman. Lalu bertemu Rina di suatu tempat lalu kita gowes berboncengan,” cerita Erry bernostalgia.
Perjalanan cinta mereka berlanjut hingga pelaminan di tahun 1996. Tak terlupakan, bersepeda masih terus dilakukan pasangan serasi ini. Saat Erry pindah tugas ke Batam di tahun 2004, mereka berdua kembali serius gowes menggunakan Polygon Strada untuk Rina dan Polygon Helios untuk Erry.
“Awalnya gowes di sekitar kompleks perumahan. Lalu Erry gowes pergi pulang kantor,” imbuh Rina. Kadang, mereka nge-date dengan gowes bersama setelah Erry pulang kantor. “Saya gowes dari kantor, Rina dari rumah. Kami janjian ketemu di Batam Center waktu saya masih di Batam, atau ketemu di sop kaki kambing Sudi Mampir saat saya tugas di Balikpapan. Waktu di Semarang, titik temu kita di Tugu Muda,” cerita Erry.
Karena tuntutan pekerjaan, Erry harus berpindah-pindah kota. Tapi mereka tidak pernah kesulitan menemukan teman baru. “Kami menemukan teman mengandalkan sepeda. Jadi kami masuk ke komunitas sepeda setempat. Sejak di Batam, Balikpapan, dan Semarang,” bilang Erry yang kini menetap di Surabaya.
Bertugas di Balikpapan, Erry dan Rina menggunakan mountain bike dan bergabung dengan komunitas mountain bike. Baru saat pindah ke Semarang, Erry kembali menggunakan road bike dan sepeda lipat. Sesuai kondisi, jalanan di Semarang mulus jadi nyaman kebut-kebutan dengan road bike.
Bila sedang tugas di luar kota, pria kelahiran 14 April ini tak pernah lupa membawa sepedanya. Bila travelingnya jauh, Erry membawa Brompton. Tapi bila tidak terlalu jauh, road bike yang diboyongnya. “Kami berdua suka balapan. Dalam arti saling menyemangati saat gowes. Jadi pakai road bike bisa mengakomodasi hasrat balapan kami,” imbuh Rina yang kerap ikut dalam perjalanan dinas Erry.
Tak jarang, Erry menemui relasi bisnis dengan bersepeda pakai Brompton. Biasanya, ditemui pagi-pagi atau sore-malam hari. Jadi Erry gowes dari rumah ke airport lalu meeting sebentar sebelum tamu terbang.
Erry dan Rina mempunyai cara tersendiri dalam menghabiskan liburan. Mereka lebih suka melakukan cycling trip. Jadi mengunjungi negara-negara di semua benua dan mengeksplorasinya dengan gowes. “Alhamdulillah hampir semua benua sudah kami jelajahi dengan sepeda. hanya Afrika yang belum,” bilang Erry tanpa bermaksud sombong. Menurutnya, gowes di Eropa paling bagus.
Bagus secara pemandangan, jalanan mulus kadang dilengkapi jalur sepeda, orang-orangnya juga sangat toleran dengan pesepeda. Meski begitu, malang tak dapat dihindari. Erry pernah tertabrak mobil saat gowes di Melbourne, Australia tahun 2017. “Murni karena kesalahan pengemudi mobil,” sesalnya. Hal itu tidak membuat semangat mereka kendor.
Jarang melihat mereka jalan-jalan ke mall saat berada di negeri lain. Fokus mereka hanya gowes. Jadi mereka akan tidur cukup dan bangun pagi buta untuk gowes.
Uniknya, mereka sering membuat trip tak terencana. “Kami sebutnya rute GNA alias Gimana Nanti Aja. Tujuannya juga ditentukan pagi hari sebelum gowes. Jadi kami bawa ransel kecil untuk sedikit perbekalan, uang, jaket, dan handphone,” bilang Rina yang merayakan ulang tahun tiap tanggal 26 Agustus.
Mereka berdua tidak menggunakan jasa guide, jadi tersesat bukan masalah. Malah mereka senang apabila bisa menemukan daerah baru, tempat makan enak, atau tembok-tembok yang ada grafiti instagramable. Secapeknya mereka baru buka Google Map untuk kembali ke hotel.
Rina bercerita, cycling trip terseru saat gowes dari Melbourne ke Mornington pakai road bike. Jaraknya 150 km pergi pulang dan tidak ada perencanaan matang. Apalagi cuaca di Melbourne sangat cepat berubah. Bisa panas langsung berubah dingin. Kadang juga berangin kencang. “Kami sempat kedinginan di perjalanan tanpa ada yang kami kenal di sana. Rencananya kami mau menyebrang naik ferry ke Geelong tapi tidak jadi karena kemalaman. Mau balik naik train tapi Erry merayu baliknya gowes saja. Eh, malah ketemu pemandangan indahnya sunset di Frankston, 15 km sebelum Melbourne. Wah, sungguh berkesan itu,” cerita Rina.
Pasangan ini mengaku dengan gowes ini mereka merasakan bonding relationship antar keduanya. “Tidak perlu candle light dinner. Cukup gowes berdua udah menyatukan kami dimanapun dan kondisi apapun,” tutur Erry sambil memandang Rina dengan mesra.
Tak heran, orang tua dari Irham, Ihsan, Dinda, dan Lizzie kerap malam mingguan berdua di kafe. Tentunya tidak dengan mobil. Mereka gowes dari rumah ke kafe! Erry atau Rina sengaja mencari info kafe yang ada tempat untuk bisa digunakan parkir sepeda. “Kami sangat menikmati malam mingguan ala kami. Bisa gowes, bisa deep conversation di kafe berdua membahas apa saja,” imbuh Rina.
Saat ini Erry menggunakan Trek Madone 9 sedangkan Rina menggunakan Cannondale CAAD12. Serta ada beberapa Brompton. Dan mereka tidak berniat berhenti gowes.
“Inilah nostalgia, kebersamaan, kekompakan, romantisme kami dalam berbagi sukacita, makan, ngopi. Banyak menemukan hal baru di perjalanan berdua saat tersesat. Gowes juga membuat badan kami juga lebih sehat dan segar. Rasanya kami sudah bersatu dalam tiap kayuhan sepeda,” tutup Erry yang diamini oleh Rina. (mainsepeda)