Wistara Tsary Abdad masih sangat muda. Baru 15 tahun. Ia sering diajak ayahnya, Trisaksana Nugroho melibas medan tanjakan di sekitar Jawa Timur (Jatim) selama setahun terakhir. Kini ia akan diuji untuk menaklukkan tanjakan di KAI Kediri Dholo KOM Challenge 2021 pada Juli nanti.
"Awalnya di Cemoro Sewu lalu ke Tongas. Semuanya sudah lulus. Pelan-pelan hasilnya lumayan. Kemudian saya bawa nanjak ke Gunung Ijen, ternyata lulus juga. Akhir-akhir ini kami gowes dari Surabaya ke Malang," bilang Trisaksana.
Trisaksana menceritakan, putra sulungnya itu sejak awal tahun lalu memang menggemari sepeda. Mulanya ia sempat mencoba sepeda lipat. Kemudian beralih ke road bike dan keterusan hingga sekarang. "Saya dampingi terus," ungkap cyclist 45 tahun tersebut.
Adaptasi dari sepeda lipat ke road bike adalah momen yang cukup menantang buat Wistara. Menurut Trisaksana, proses peralihan itu tidak mudah. "Kalau sepeda lipat lebih banyak nongkrongnya, banyak makan. Kalau road bike lebih terukur karena ada target yang ingin dicapai," jelasnya.
Meski usianya masih muda, baru 15 tahun, Wistara tidak canggung saat bersepeda dengan kelompok ayahnya. Justru siswa kelas X di SMAIT Al Uswah Surabaya ini memiliki motivasi khusus. "Dia senang kalau bisa menyalip bapaknya. Apalagi kalau nanjak" kata Trisaksana seraya tertawa.
Misalnya saat nanjak ke Gunung Kelud bersama tim elite Lamongan beberapa waktu lalu. Wistara meninggalkan ayahnya hingga gap 30 menit. Meski dilampaui anaknya, Trisaksana justru bangga. Artinya, latihan intens selama setahun terakhir membuahkan hasil.
"Dia juga diterima dengan hangat di komunitas saya. Bahkan sering bergurau dengan teman-teman saya yang tentu saja usianya jauh lebih senior darinya," ucap cyclist asal Surabaya tersebut
Dalam KAI Kediri Dholo KOM Challenge 2021 nanti, ayah dan anak itu mengaku tidak mengejar podium. Mereka hanya menargetkan finis bahagia di Dholo. "Cuma ingin mengejar happy aja. Target finis sebelum cut off time," terang ayah tiga anak ini.
Dengan sisa waktu sebulan, mereka makin intens latihan. Untuk gowes harian, mereka nge-loop di Jalan Basuki Rahmat atau di Aloha. Sedangkan untuk latihan endurance, mereka gowes dari Surabaya ke Kebun Teh di Malang, lalu kembali ke Kota Pahlawan.
Karena masih bersekolah, Wistara harus mengatur jadwal latihannya seefektif mungkin. Ia start pukul 05.0 dan sudah kembali ke rumah sekitar pukul 07.00. Sekitar pukul 07.30, ia bersiap untuk sekolah daring.
Kebetulan Trisaksana juga kerja. Sehingga ia tidak boleh berlama-lama melaju di jalan. Jadi gowesnya maksimal tiga jam. Sekitar pukul 08.00 sudah kembali ke kediaman. "Minimal dua hari sekali harus gowes," katanya. (mainsepeda)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 45
Audionya bisa didengarkan di sini
Foto: Dokumentasi Trisaksana Nugroho