Bersepeda itu memberi kebebasan. Ada yang bilang, kita bisa seperti terbang saat berada di atas sepeda. Tapi, setelah bertahun-tahun menjadikan diri sebagai seorang “cyclist,” saya merasa tetap harus ada hal-hal yang harus “ditaati.” Ini gara-gara terlalu sering melihat orang bersepeda “seenaknya” di jalan. Baik itu dalam berperilaku, apalagi dalam berpakaian.
Memang, kecuali kita jadi pembalap profesional, tidak ada aturan resmi yang mengikat cyclist di jalanan. Aturan bisa dibuat sendiri-sendiri, atau berdasarkan kesepakatan di dalam kelompok atau komunitas. Itu pun sangat sering tetap berbuntut ketidakkonsistenan atau pelanggaran.
Terus terang, saya sering gemas melihat orang yang mengaku cyclist tapi ternyata gowesnya lebih sedikit daripada nongkrongnya atau ---tidaak!!!—makannya.
Atau gemas melihat orang bersepeda tanpa helm, lalu cuek dengan sekitar karena mendengarkan lagu via earphone. Orang seperti ini mungkin sudah tidak sayang hidup, dan jelas tidak peduli dengan keselamatan sekitarnya pula!
Lalu, apa yang harus kita jadikan acuan? Tentu saja ini bergantung pribadi masing-masing. Toh, hobi adalah kesenangan. Kalau tidak senang, ya jangan dilakukan.
Tapi, kalau mau ada acuan, mungkin bisa menengok aturan-aturan Velominati. Total ada 95, yang meliputi urusan sikap, cara berpakaian, hingga cara berfoto dengan sepeda!
Velominati ada situsnya, yang cukup populer. Juga ada bukunya, yang juga sangat populer. Penyusunnya ada beberapa orang, kebanyakan dari Amerika.
Disclaimer: Velominati bukan pembuat aturan resmi. Mereka kondang karena aturan-aturannya seru. Semua masuk akal, dan dijelaskan secara gamblang, tapi tujuannya juga untuk menghibur. Karena ada lucu-lucunya, bikin kita geleng-geleng kepala (sambil mungkin menyetujui).
Lewat kolom berseri ini, saya ingin membahas aturan-aturan itu secara bertahap dan berkelompok, lalu saya coba sesuaikan dengan kondisi kita di Indonesia. Siapa tahu cocok, siapa tahu bikin kita introspeksi diri, siapa tahu bikin kita tertawa tergelak-gelak.
RULE # 1 – Obey The Rules
RULE # 2 – Lead by Example
RULE # 3 – Guide The Unitiated
Tiga aturan pertama ini bisa dibilang satu kelompok. Sekaligus menegaskan bahwa kita harus benar-benar berkomitmen terhadap aturan-aturan yang dibuat (oleh Velominati tentunya).
Jelas terlihat di aturan pertama, yaitu kita harus selalu menaati segala aturan. Pantang mundur. Itu yang membedakan siapa yang “cyclist” dan siapa yang sekadar naik sepeda.
Aturan kedua menegaskan itu. Bahwa kalau kita sudah mengenali dan memahami aturan-aturannya, maka kita harus selalu mengaplikasikannya. Kita tidak boleh melanggarnya, apalagi mengajari orang lain untuk melanggarnya.
Pokoknya kita harus menaati aturan!
Aturan ketiga lantas semakin menegaskan itu lagi. Bahwa begitu kita memahami dan melaksanakan aturan-aturan Velominati, itu berarti kita harus membantu “menyiarkan” aturan-aturan tersebut kepada orang lain yang belum paham.
Dan sepintar apa pun kita, kita tidak boleh merasa lebih pintar dari aturan-aturan itu dan kemudian mengubahnya. Pokoknya aturannya begitu, ya sudah! Jangan sok lebih pintar.
Nah, menurut Velominati, kalau kita sudah bisa mengajak orang lain berlaku sama, itu menegaskan bahwa kita sudah yakin berada di jalan yang benar.
Kali pertama membaca tiga aturan pertama ini, saya sudah tertawa terpingkal-pingkal. Kalau bikin aturan, memang harus tegas dari awal kalau aturan itu harus ditaati.
Ini mirip dengan orang kalau bikin acara atau lomba di Indonesia. Banyak yang menuliskan aturan pertamanya begini: “Keputusan panitia tidak bisa diganggu gugat.”
Intinya, kalau kita percaya dan taat, kita harus konsisten. Jangan mudah tergoda. Di Indonesia, ini benar-benar tantangan luar biasa. Saya orang Indonesia, saya bangga jadi orang Indonesia, tapi saya juga mengakui kalau orang Indonesia itu paling rawan goyang komitmen dan konsistensinya (tolong, jangan pura-pura membantah ya, he he he).
Apalagi di kalangan “cyclist” Indonesia. Start jam 5 sering berarti 5 lewat 5 atau bahkan 5 lewat 30.
Ingin menuntaskan tantangan menanjak tapi memilih naik ojek atau minta dorong atau minta naik mobil (atau pickup). Lalu dengan bangga menunjukkan medali finisher, sama sekali tidak malu kalau itu diraih tidak murni.
Waduh, kalau aturan 1 sampai 3 saja susah diterapkan sebagai bentuk komitmen dan konsistensi, bagaimana dengan 92 lainnya? Jangan-jangan Velominati sangat tidak cocok dengan situasi di Indonesia? Dan itu karena orang Indonesia-nya, bukan karena aturannya.
Sabar… Kita bahas lagi satu per satu aturan itu. (bersambung)