Gravel bike, secara definisi, adalah sepeda serbabisa. Mau dipakai balapan atau menanjak “normal,” tinggal pasang ban 25 atau 28 mm. Mau dipakai di jalur offroad, tinggal pasang ban 38, 40, bahkan 45 mm.
Seiring dengan berkembangnya popularitas dan volume peredaran, berkembang pula varian dari gravel bike itu sendiri.
Sama seperti road bike pada umumnya, gravel bike bisa terbuat dari berbagai macam bahan. Ada karbon, titanium, steel, juga aluminium. Tapi, perkembangan variannya lebih dari sekadar bahan yang digunakan.
Awalnya, ada sepeda gravel “aero.” Yaitu 3T Exploro.
3T Exploro.
Kemudian, ada yang memakai komponen unik, seperti Canyon Grail dengan hoverbar, alias handlebar tumpuk.
Untuk medan yang superberat, muncul gravel bike dengan suspensi di depan. Seperti Lauf Grit, yang memakai fork yang memiliki “per daun,” bisa bergeram meredam hingga 3 cm. Fork yang sama bisa dibeli terpisah, dipasangkan ke sepeda gravel lain.
Canyon Grail.
Dan, ada pula yang masih memaksimalkan sepeda cyclocross lama, memposisikannya sebagai sepeda gravel.
Ya, sepeda cyclocross memang bisa digunakan untuk arena gravel. Tapi, sebenarnya sepeda cyclocross dan gravel agak berbeda. Pertama, sepeda cyclocross didesain untuk balapan pendek (satu jam), dan dengan regulasi ban lebar “hanya” 33 mm. Posisi bottom bracket (BB) juga lebih tinggi karena dipakai melompat rintangan. Masih bisa dipasangi ban lebih lebar, tapi belum tentu ideal untuk balapan gravel yang bisa ratusan km, menuntut kenyamanan.
Lauf Grit.
Bicara soal kenyamanan ini, belakangan muncul lagi varian gravel bike yang agak mengorbankannya. Yaitu sepeda yang memiliki geometri lebih agresif, untuk pembalap yang menuntut kecepatan dan posisi aero di atas kenyamanan.
Salah satunya adalah No. 22 Drifter X, sepeda titanium yang baru saja di pamerkan di North American Handmade Bicycle Show (NAHBS) 2019, di Sacramento, California.
Sepeda ini masih menampung ban hingga 40 mm, tapi memiliki chainstay lebih pendek supaya lebih lincah. Menurut No. 22, Drifter X adalah “gravel race bike.”
No. 22 Drifter X.
Uniknya, Drifter X ini juga masuk varian baru buat kolektor sepeda berselera tinggi. Ini adalah gravel bike yang juga “cantik.”
Sekarang, banyak sepeda gravel mendapat treatment ala sepeda-sepeda road kolektor. Dengan warna eksklusif, komponen eksotis, dan lain sebagainya. Yang, terus terang, membuatnya semakin sayang untuk dipakai di tempat di mana sepeda itu semestinya dipakai: Di jalanan berkerikil atau amburadul!
Ke mana lagi varian gravel akan berlanjut? Entahlah. Masih banyak potensi yang dikembangkan. Masih luas kemungkinan varian antara jalanan aspal dengan offroad.
Bagaimana dengan di Indonesia? Entahlah. Sekarang ini ada banyak sepeda gravel sudah masuk, walau yang jual sendiri mungkin masih bingung sepeda gravel itu apa.
Tapi, mungkin sepeda gravel menarik juga untuk di Indonesia. Jalanan kita sangat jauh dari mulus. Bahkan banyak yang layak disebut “offroad beraspal.”
Jadi, sepeda gravel mungkin bisa menjadi sepeda paling ideal untuk gowes di Indonesia. Pasangi ban 28, 30, 32, atau 35 mm, dan sepeda ini akan nyaman untuk dipakai di jalanan kita yang amburadul.
Akan lebih cepat, dan lebih “olahraga” daripada pakai MTB di jalan raya. Karena memakai MTB di jalan raya itu seperti datang ke pesta dansa pakai sepatu tentara dan rompi pancing. Bisa tergolong salah kostum.
Dan kalau ingin ngebut atau nanjak, toh sepeda gravel masih bisa dipasangi ban 25 dan 28 mm.
Kita tunggu saja, apakah sepeda gravel bisa menjadi alternatif yang menarik untuk pemakaian sehari-hari di Indonesia. Apalagi, secara umum, sepeda gravel harganya lebih murah dari sepeda road… (azrul ananda/habis)