Balapan Classic paling bergengsi, Paris-Roubaix, kembali diselenggarakan Minggu, 14 April ini. Menempuh jarak total 257 km, tidak ada gunung di lomba ini. Tapi ada 29 sektor berbatu, total sejauh 54,5 km. Dan setiap sektor siap menjadi momok, menghancurkan pembalap atau sepedanya!
Sudah diselenggarakan sejak 1896, Paris-Roubaix selalu menyuguhkan atraksi dramatis. Mendapat julukan-julukan teatrikal, seperti “Queen of the Classics” atau “Hell of the North.”
Peter Sagan dan tim Bora-Hansgrohe.
Apalagi ending-nya juga atraktif, pembalap harus berputar 1,5 lap di Velodrome Andre-Petrieux, Roubaix. Letaknya di perbatasan Prancis dan Belgia.
Lomba tahun ini rutenya tak jauh beda dengan 2017 dan 2018. Sektor-sektor (secteur) berbatunya juga tidak jauh beda. Bila tanjakan di Tour de France diberi kategori, maka setiap sektor di Paris-Roubaix dinilai menggunakan bintang. Yang terberat adalah bintang lima.
Tiga sektor bintang lima itu adalah Tranchee d’Arenberg, Mons-en-Pevele, dan Carrefour de l’Arbre.
Hutan Arenberg berada di tengah-tengah lomba. Inilah sektor penyambut peserta menuju 100 km terakhir yang menyakitkan. Sekaligus menjadi pemilah pertama para unggulan dengan yang kalah kuat. Panjangnya 2,3 km, bebatuannya termasuk paling kasar.
Penduduk sekitar sudah “merapikan” sektor ini, mengisi sela-sela batu dengan mortar. Tapi tetap saja akan memberi rasa sakit kepada para pembalap.
Selamat dari Arenberg, peloton utama biasanya sudah mulai mengecil. Sekitar 48 km sebelum finis, mereka pun disambut oleh Mons-en-Pevele, yang panjangnya 3 km. Ini sektor yang brutal, dan para unggulan yang kakinya merasa nyaman akan tancap gas untuk mengecilkan lagi kelompok terdepan.
Lalu, hanya 16 km sebelum finis, hadirlah Carrefour de l’Arbre. Panjangnya 2,1 km. Di sinilah calon juara dipisahkan dengan yang lain. Bahkan, sang juara bisa memisahkan diri di sini.
Ian Stannard (Team Sky).
Dalam sepuluh tahun terakhir, lima kali Paris-Roubaix dimenangkan lewat attack solo (sendirian). Lima lainnya ditentukan oleh persaingan kecil, antara duel dua pembalap hingga grup enam orang.
Jadi, jangan kaget kalau hanya ada lima unggulan “selamat” bersaing setelah melewati Carrefour de l’Arbre.
Dengan tantangan seperti ini, benar kata Fausto Pinarello saat meluncurkan Pinarello Dogma FS untuk Team Sky. Dia bilang, Paris-Roubaix begitu kejam, sepeda bisa berperan sama dengan pembalapnya dalam mengejar kemenangan.
Dogma FS adalah sepeda dengan suspensi elektronik, depan dan belakang.
Menjelang lomba ini pula, Specialized meluncurkan sepeda Roubaix terbaru, juga menggunakan suspensi depan dan belakang. Ini sepeda yang mungkin punya kans terbesar menang, karena akan digunakan oleh dua tim kuat Classics.
Bora-Hansgrohe akan mengandalkan juara bertahan Peter Sagan, Deceuninck-QuickStep punya barisan yang paling ditakuti di Paris-Roubaix.
Trek-Segafredo sudah lebih dulu punya senjata dengan suspensi depan dan belakang. Yaitu Trek Domane SLR yang diluncurkan dua tahun lalu.
Secteur Tranchee d’Arenberg
Kamis lalu (11 April), para pembalap sudah mulai menjajal rute Paris-Roubaix. Khususnya bagian-bagian paling kejamnya, khususnya menjajal jalanan Arenberg yang barusan dirapikan.
Cuaca di utara Prancis saat ini cenderung kering, sehingga para pembalap sudah bersiap menghadapi lomba yang cepat dan berdebu. Bagaimana pun, itu jauh lebih baik daripada hujan dan licin, yang membuat Paris-Roubaix semakin menyeramkan! (mainsepeda)
Velodrome Andre-Petrieux, Roubaix tempat finis balapan Paris-Roubaix.
Foto : Bettini dan Getty Images.