Balapan paling bergengsi di dunia, Tour de France, kembali bergulir mulai Sabtu, 6 Juli ini. Setelah kecelakaan horor yang dialami oleh Chris Froome, menjadi sulit untuk memilih kandidat utama juara tahun ini. Team Ineos (eks Sky) masih punya dua senjata kuat. Tapi ada peluang bagi beberapa pembalap untuk merebut yellow jersey saat lomba berakhir tiga pekan kemudian di Paris.
Sebelum Froome mengalami kecelakaan Juni lalu, pembalap Inggris itu memang jadi unggulan utama. Dia sudah pernah menang empat kali, dan tampaknya dalam kondisi istimewa menjelang Tour de France tahun ini.
Tanpa Froome, peta persaingan langsung menjadi terbuka.
Team Ineos masih punya dua jagoan. Dua-duanya bisa menjadi juara. Tapi dua-duanya juga punya kelemahan yang bisa dieksploitasi lawan.
Yang pertama, Geraint Thomas sebagai juara bertahan. Walau tahun lalu menang meyakinkan, Thomas bukanlah seseorang yang “konsisten menakutkan” bagi para pesaing. Dan tahun ini, pembalap Inggris itu belum menang satu pun lomba.
Di lomba terakhirnya, Tour de Suisse, dia terjatuh dan gagal finis. Sebelum jatuh, performanya tidaklah terlalu meyakinkan.
Yang kedua, Egan Bernal. Pembalap Kolombia ini telah memenangi dua lomba WorldTour tahun ini. Yaitu Paris-Nice dan Tour de Suisse. Di atas kertas, dia lebih “menyeramkan” bagi para pesaing.
Namun, Bernal masih berusia 22 tahun. Dia belum pernah jadi kapten di sebuah grand tour. Di Giro d’Italia Mei lalu, dia seharusnya jadi andalan utama. Dasar nasib, dia terjatuh sebelum lomba, mengalami patah bahu. Terpaksa absen di Italia, dan kemudian dipersiapkan sebagai pemeran pembantu di Tour de France.
Untuk balapan yang berlangsung 21 etape, dengan pressure begitu besar, Bernal masih belum teruji.
Secara resmi, Team Ineos menempatkan Thomas dan Bernal sebagai “co-captain.” Sebagai kapten kembar. Tanda-tandanya, Team Ineos akan melindungi keduanya secara setara hingga akhir pekan pertama. Khususnya setelah Etape 6, saat lomba kali pertama berakhir di tanjakan. Saat itulah, Team Ineos mungkin akan menentukan, siapa kapten yang harus lebih dilindungi.
Nicolas Portal, sports director Team Ineos, mengungkapkan rencana pasukannya di pekan pertama nanti. Mereka akan berusaha mengamankan posisi dan kondisi pada etape-etape datar. Lalu di Etape 2 berupa Team Time Trial (TTT), mereka akan mencoba mencuri waktu. Minimal, tidak kehilangan banyak waktu. Baru kemudian, di tanjakan Etape 6, mereka memantau situasi secara lebih menyeluruh.
“Setelah TTT dan La Planche des Belles Filles (Etape 6, Red), kita akan mulai melihat selisih waktu. Dan kita akan mulai melihat peta persaingan general classification (GC). Jadi, kita sudah harus tampil baik di pekan pertama,” ujarnya.
Sebagai pesaing, ada beberapa nama yang harus diawasi di pekan pertama itu.
Dari Prancis, ada Thibaut Pinot (Groupama-FDJ) dan Romain Bardet (AG2R La Mondiale). Biasanya, mereka lemah di time trial. Jadi, keduanya akan lebih agresif di etape tanjakan pertama.
Nama lain yang lebih menakutkan: Trio Movistar. Yaitu sang juara dunia, Alejandro Valverde, serta Nairo Quintana dan Mikel Landa.
Valverde disebut sedang dalam kondisi terbaiknya. Walau usia sudah 39 tahun, kemampuannya tak pernah diremehkan. Dia belum pernah menang di Prancis, jadi ini mungkin peluang terakhirnya.
Quintana sudah terlalu lama disebut sebagai calon juara. Kontraknya dengan Movistar berakhir di penghujung 2019 ini. Jadi, ini mungkin juga peluang terakhirnya tampil bersama tim kuat di Tour de France.
Mikel Landa? Dia selalu mengancam, sekaligus sering mengecewakan. Lemah di time trial, dia bisa merusak peta persaingan di tanjakan-tanjakan.
Tiga pembalap Movistar itu sama-sama lapar, sama-sama ingin membuktikan diri. Ini bisa menjadi kekuatan besar, atau ancaman internal!
Tim lain yang punya senjata lebih dari satu: Mitchelton-Scott. Adam Yates adalah kapten mereka di lomba ini. Sebagai cadangan, mereka punya saudara kembarnya, Simon Yates. Simon Yates pernah juara Vuelta a Espana tahun lalu, tapi dia baru saja menuntaskan Giro d’Italia. Jadi, lebih banyak energi akan dicurahkan untuk mendukung Adam Yates.
Dari Italia ada Vincenzo Nibali, juara Tour de France 2014. Secara resmi, dia tidak mengejar juara overall. Pembalap Bahrain-Merida itu baru saja menuntaskan Giro d’Italia yang melelahkan, jadi mungkin kondisinya tidak optimal untuk bersaing lagi selama tiga pekan. Nibali mengaku hanya mengejar kemenangan etape. Tapi Nibali adalah Nibali, tetap sangat berbahaya.
Kemudian ada Richie Porte. Andalan Trek-Segafredo ini mungkin punya kemampuan untuk menang, namun keberuntungannya meragukan. Dalam dua tahun terakhir, dia out karena kecelakaan di Etape 9. Jadi, tahun ini, targetnya mungkin lolos dulu dari Etape 9, baru memikirkan target lebih tinggi!
Di luar semua nama itu, ada satu nama yang diam-diam mungkin ditakuti Team Ineos. Dia adalah Jakob Fuglsang, kapten Astana.
Fuglsang begitu kuat di enam bulan pertama 2019. Dia konsisten tampil di lomba-lomba Classics, akhirnya juara di balapan Monument, Liege-Bastogne-Liege. Dia juga tampil baik di lomba-lomba multietape. Dan, dialah juara lomba pemanasan resmi Tour de France, Criterium du Dauphine, Juni lalu.
Astana pun mengelilinginya dengan climber-climber hebat. Jadi, secara overall, Fuglsang punya skuad yang sangat fokus untuknya. Saat Team Ineos masih memecah fokus, dan tim-tim lain melihat situasi, Astana seratus persen mengutamakan kesuksesan Fuglsang.
Team Ineos mengakui kalau persaingan tahun ini akan lebih menyeramkan dari tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian, Portal yakin skuadnya bisa meraih kemenangan ketujuh dalam delapan tahun terakhir.
“Saya kira rute Tour de France tahun ini cocok untuk kami. Ada banyak rute di ketinggian, dan finis di ketinggian. Itu yang paling kami sukai,” tandasnya.
Nicolas Portal (kanan).
Tour de France 2019 akan dimulai dengan tiga etape di Brussels, Belgia. Merayakan 50 tahun sukses perdana sang legenda Belgia, Eddy Merckx, di lomba tersebut. (mainsepeda)