Tanggal 14 Februari kemarin, sedunia memperingati Valentine's Day alias hari kasih sayang. Memang sekarang nggak ada pesta dan memeringati bersamanya juga jauh berkurang. Apalagi kalau bukan karena pandemi. Tapi, banyak cyclist tetap tidak ingin mati gaya. Berfoto mesra ketika bersepeda dan mem-posting-nya di media sosial.
Dalam kolom ini, saya tidak akan membahas rasa sayang pesepeda pada pasangannya. Melainkan seberapa sayang seorang pesepeda kepada sepedanya.
Tidak ada pesepeda tanpa sepeda. Kedekatan seorang cyclist dengan sepedanya hanya dipahami oleh pesepeda yang lain. Mungkin bagi orang awam bisa muncul komentar: "Ih segitunya." Tapi kenyataannya memang demikian.
Johnny Ray versi masa lalu
Menurut saya, seorang pesepeda mau tidak mau sayang pada sepedanya. Untuk level yang biasa saja, saya yakin sebagian besar cyclist hafal ukuran sepedanya, sampai ke detailnya. Misalnya frame ukuran 50, panjang top tube 535 mm, panjang stem 120 mm, spacer 2 cm, tinggi sadel 69 cm, dan lain sebagainya.
Kalau sudah hafal sepeda sendiri, sekarang saya mau tanya. Berapa tinggi pasangan Anda? Ukuran sepatunya berapa? Keliling pinggang? Lebar pundak? Saya kira belum tentu hafal!
Jadi, lebih sayang mana? Sepeda atau pasangan? Wkwkwk...
Kita lanjutkan lagi sedikit. Secara perubahan, kalau ada yang berubah dari sepeda Anda, apakah Anda bisa merasakan dan mengetahuinya? Misalnya, tinggi seatpost diisengin orang dan dinaikkan 0,5 cm. Atau sproketnya diganti. Apakah Anda bisa merasakan? Saya yakin kalau Anda seorang pesepeda serius, pasti akan terasa.
Nah, kalau kemudian ada yang berubah dari pasangan, apakah Anda tahu? Jawab dalam hati saja. Saya tahu kok risikonya.
Sayang pada sepeda ini memang luar biasa. Kalau kita sedang gowes dan parkir, kita pasti sebal kalau tidak bisa melihat sepeda itu. Kalau bisa, di mana dia duduk, sepedanya tidak boleh terlalu jauh. Khawatir ada apa-apa pada sepeda itu. Pesepeda akan paling sebal kalau sepedanya harus diparkir bersama sepeda motor.
Selesai bersepeda juga begitu. Banyak cyclist tidak langsung mandi. Ada yang mengutamakan sepedanya dulu. Walau lelah, dia akan merapikan bidon, mencuci sepeda, sambil memeriksa apakah tadi frame-nya kena batu atau ada masalah pada ban. Setelah sepeda bersih, baru dia mandi.
Begitulah kisah cinta pesepeda dan sepedanya. Ada yang tidak sampai begitu. Ada juga yang jauh lebih parah dari itu. Saya yakin Anda tahu siapa seperti itu.
Lewat tulisan ini, saya berusaha membantu pesepeda menjelaskan kepada golongan non-cyclist alias para "muggle" itu. Kenapa cyclist sampai seperti itu. Bagi cyclist, sepeda adalah sambungan hidupnya. Benda yang bukan sekadar dia kayuh, benda selalu menemani ke mana pun dia pergi, melewati segala tanjakan dan lubang jalan. Kalau sepeda bermasalah, pesepeda akan bermasalah. Kalau sepeda kotor, pesepeda bisa malu. Kalau sepeda itu tidak rajin diperhatikan, jangan-jangan nanti akan terjadi sesuatu yang buruk.
Hubungan ini sangatlah erat, tidak bisa dipisahkan. Wajar bila pesepeda sayang pada sepedanya. Semoga para non-cyclist bisa paham ini. Saya yakin, kalau kelak mereka jadi cyclist, mereka juga akan jadi seperti itu... (johnny ray)
Podcast Main Sepeda Bareng AZA x Johnny Ray Episode 32
Foto: @motretsport, Dewo Pratomo